BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan teknologi, telah membawa perubahan yang sangat significan
terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia, baik dari segi ekonomi, social
budaya maupun dunia pendidikan.
Pendidikan
di Indonesia sekarang ini dapat diibaratkan seperti mobil tua yang mesinnya
rewel dan sedang melintasi jalur lalu lintas di jalan bebas hambatan. Betapa
tidak, pada satu sisi dunia pendidikan di Indonesia saat ini dirundung masalah
yang besar dan pada sisi lain tantangan menghadapi milenium ketiga semakin
besar. Dari aspek kualitas, pendidikan kita memang sungguh sangat
memprihatinkan dibandingkan dengan kualitas pendidikan bangsa lain.
Salah satu di antara masalah besar
dalam bidang pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah
rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi
belajar. Masalah lain adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu
didominasi peran guru (teacher centered). Guru lebih banyak menempatkan peserta
didik sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang
memberikan kesempatan kepada peserta didik dalam berbagai mata pelajaran, untuk
mengembangkan kemampuan berpikir holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan
logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu paradigma menarik
dalam pembelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara
individual.
Dari segi pengajaran,
hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi (khususnya bidang
studi Sains) di Sekolah Dasar terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak
khususnya para siswa. Hal tersebut disebabkan oleh tiga hal. Pertama,
proses/hasil kerja lembaga pendidikan tidak cocok/pas dengan kenyataan
kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan
temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan
pengajaran tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan
negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran di sekolah.[1]
Atas dasar itu, tidak
mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia muncul berbagai
falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru meskipun sebenarnya
sudah ada sebelumnya. Ahmad Sabri mengatakan dalam pengantar bukunya yang
berjudul Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, “Guru atau tenaga pengajar kini tidak
lagi merupakan satu-satunya nara sumber dalam proses pembelajaran.” Karena itu,
jika guru atau tenaga pengajar tetap
ingin memainkan peran sentral
dalam proses belajar mengajar, mereka harus melakukan perubahan-perubahan atau sedikitnya penyesuaian dalam paradigma, strategi, pendekatan, dan
teknologi pembelelajaran.
Sebagai calon seorang guru
dituntut untuk memiliki skill yang
optimal dalam mengajar. Karena guru adalah tiang penyanggah dari anak
didiknya. Artinya jika guru berhasil menerapkan pembelajaran yang baik, maka
anak tersebut juga akan mendapatkan imbas yang baik pula. Di samping itu guru juga harus mengatahui
trik-trik agar pembelajaran harus
selesai sebelum waktu yang ditetapkan. Hal itu semua akan terangkum dalam
Quantum Teaching, Quantum Learning dan Mastery Learning.
B.
Permasalahan
Ada beberapa hal yang
menjadi sumber permasalahan, yaitu:
1.
Apa kah Quantum Learning dan Quantum Teaching
itu ?
2.
Apa perbedaan anatar Quantum Learning dan Quantum Teaching?
3.
Apakah Mastery Learning itu, dan bagaimana strateginya?
Dari sekian permasalahan di atas, maka
penulis mencoba memberi judul makalah ini dengan judul Quantum Teaching dan
Mastery Learning. Karena dengan dijabarkannya judul tersebut dalam makalah ini,
maka akan terlihat sudah atau belumkah hal tersebut diterapkan dalam
pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
QUANTUM
DAN MASTERY LEARNIG
Oleh : FITRI YAFRIANTI*
A. Quantum
1. Quantum Learning
Quantum Learning
ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat
mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan
merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum
digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran
akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah
dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat
jurnalisme).
Quantum learning berakar dari upaya
Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang
disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah
bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap
detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan
sugesti positif, beberapa teknik digunakan.[2]
Prinsip suggestology hampir
mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni,
proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang
mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran
antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi
yang sehat.
“Quantum learning mencakup
aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian
tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara
bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian
siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana
menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif –
faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya
belajar terbaik dari setiap orang.[3]
Selanjutnya Porter dkk mendefinisikan quantum
learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi
cahaya.” Mereka mengamsalkan kekuatan energi sebagai bagian penting dari tiap
interaksi manusia. Dengan mengutip rumus klasik E = mc2, mereka
alihkan ihwal energi itu ke dalam analogi tubuh manusia yang “secara fisik
adalah materi”. “Sebagai pelajar, tujuan kita adalah meraih sebanyak mungkin
cahaya: interaksi, hubungan, inspirasi agar menghasilkan energi cahaya”.
Pada kaitan inilah, quantum learning
menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan
teori, keyakinan, dan metode tertentu. Termasuk konsep-konsep kunci dari teori dan strategi belajar, seperti:
1. teori
otak kanan/kiri,
2. teori
otak triune (3 in 1),
3. pilihan
modalitas (visual, auditorial, dan kinestik),
4. teori
kecerdasan ganda,
5. pendidikan
holistik,
6. belajar
berdasarkan pengalaman,
7. belajar
dengan simbol (metaphoric learning),
8. simulasi/permainan.[4]
Beberapa hal yang penting
dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa
dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak
manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein.
Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana
proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning,
dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7
tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan
kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”.
Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah
menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja.[5]
Hal di atas menegaskan bahwa
kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus
berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses
belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.”
Berdasarkan penjelasan
mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja,
dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan
linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal,
interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor
sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif
(melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih
tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat).[6]
Bagaimana memanfaatkan
cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”. Proses berpikir otak kiri
(yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan
dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi
verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta,
fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak,
tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran
yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi),
kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda),
kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna,
kreatifitas dan visualisasi.[7]
Dari proses inilah, Quantum Learning menciptakan konsep
motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat
simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa
saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan
Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.”
Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak
dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang
dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari
kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula,
antara lain, Quantum Learning mengonsep
tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan
ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap
positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik Quantum dikondisikan ke dalam lingkungan
belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur
lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah
pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.[8]
2. Quantum Teaching
a. Pengertian Quantum Teaching
Lozanov mengatakan dalam Bobi de Porter, Proses
pembelajaran adalah fenomena yang sangat kompleks. Berarti setiap kata, pikiran,
tindakan, asosiasi dan sampai sejauh mana guru mengubah lingkungan, presentasi,
dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses pembelajaran berlangsung. Maka
dari situ Quantum Teaching amat sangat dibutuhkan proses pembelajaran tersebut,
karena dengan menggunakan metode Quantum Teaching guru akan dapat menggabugkan
keistimewaan-keistimewaan belajar menuju bentuk perencanaan pengajaran yang
akan melejitkan prestasi siswa.
Seorang ahli pendidikan
Bobi de Porter menyatakan bahwa Quantum Teaching merupakan badan ilmu
pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian dan
fasilitas. Quantum Teaching
merangkaikan yang baik dari yang
paling baik menjadi sebuah paket multi
sensori, multi kecerdasan dan kompatibel dengan otak, yang pada akhirnya meningkatkan kemampuan guru
untuk mengilhami dan kemampuan
murid untuk berprestasi.[9]
Quantum Teaching merangkaikan yang
paling baik dari kompatibel dengan otak yang pada akhirnya akan melejitkan
kemampuan guru untuk mengilhami dan kemampuan murid untuk berprestasi. Quantum
Teaching adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.
Sejalan dengan pendapat Bobi de Porter di atas, Colin
Rose juga berpendapat bahwa Quantum Teaching adalah panduan praktis dalam
mengajar yang berusaha mengakomodir setiap bakat siswa atau dapat menjangkau
setiap siswa.[10] Quantum Teching
mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
merancang kurikulum menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar mengajar.
Muncul nya Quantum Teaching ini dimulai di Super Camp,
sebuah program pencepatan Quantum Learning yang ditawarkan Lerning Forum.[11]
Jika kita perhatikan Quantum Teaching sejalan dengan Quantum Lerning, Quantum
Learning barakar dari upaya Georgi Lozanov,
seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan
apa yang disebutnya “Sugestologi” atau “ Suggetopedia”.
Prinsip di atas adalah bahwa sugesti dapat dan mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail
apa apapun akan memberikan sugesti
positif adalah mendudukkan murid secara
nyaman, meningkatkan prestasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi
kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang
terlatih baik dalam seni pengajaran Sugestif.[12] Maka dari itu Quantum Teaching ini sangat ada kaitannya
dengan Quantum Lerning.[13]
b. Asas Quantum Teaching
Quantum Teaching bersandar pada konsep yaitu Bawalah Dunia Mereka Kedunia Kita, dan antarkan Dunia
kita Ke Dunia Mereka, inilah asas yang sangat utama dalam Quantum Teaching. Asas ini merupakan alasan di balik segala
strategi , model, dan keyakinan Quantum
Teaching. Dan merupakan segala hal yang dilakukan dalam kerangka Quantum
Teaching.[14]
Maksud dari konsep di atas Bawalah Dunia Mereka ke
Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka, yaitu agar
meningkatkan kita pada pentingnya
memasuki dunia murid sebagai langkah awal. untuk mendapatkan hak mengajar, pertaama-tama
seorang guru harus membangun jembatan yang autentik memasuki kehidupan murid. Memasuki terlebih dahulu ke
dunia mereka berarti akan memberi izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan
perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas.[15]
Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa dalam interaksi
edukatif yang berlangsung terjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak
didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah
yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi
kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik kepada anak
didik, dengan menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru
berusaha menjadi pembimbing yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana,
sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan murid.[16]
c. Prinsip-prinsip
Quantum Teaching
Quantum
teching mempunyai lima prinsip, yang manan prinsip ini sangat mempengaruhi
seluruh aspek. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Segalanya
berbicara
Segalabnya
berbicara mulai dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, hingga kertas rancangan pembelajaranpun,
semuanya mengirim pesan tentang belajar.
Maka dalam
proses pembelajaran guru harus bias mengubah kelas menjadi komunitas belajar
untuk mendukung kegiatan belajar optimal dari cara mengatur bangku, menentukan
kebijakan kelas hingga cara merancang pengajaran.
2. Segalanya
Bertujuan
semua
yang terjadi dalam pengubahan anda mempunyai tujuan.
Semua yang
diupayakan mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk memudahkan proses
pembelajaran sehingga dampak pembelajaran tersebut dapat mudah diterima oleh
siswa.
3. Pengalaman
Sebelum Pemberian Nama
Proses
belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum
mereka pelajari, karena otak manusia berkembang yang akhirnya menggerakkan rasa
ingin tahu.
4. Akui
Setiap Usaha
Belajar
mengandung resiko. Pada saat siswa mengambil langkah ini, mereka patut mendapat
pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka.
5. Jika
Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan,
Perayaan
memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi
positif dengan belajar.[17]
d. Model
Quantum Teaching
Model
Quantum Teaching hampir sama dengan sebuah simfoni. Kita dapat membaginya
menjadi 2 kategori :
1.
Konteks
Maksudnya
adalah latar untuk pengalaman guru. Dalam seksi konteks, guru akan menemukan
semua bagian yang anda butuhkan untuk mengubah : (1) Suasana yang memberdayakan
(2) Landasan yang kukuh (3) Lingkungan yang mendukung; (4) Rancangan yang
dinamis. Dan kategori
2.
Isi,
Walaupun
berbeda namun sama pentingnya dengan konteks. Dalam seksi ini, keterampilan
penyampaian untuk kurikulum apapun disamping strategi yang dibutuhkan siswa
akan bertanggung jawab atau apa yang mereka pelajari karena beberapa factor
yang mempengaruhi: (1) penyampaian yang prima; (2) fasilitas yang luwes; (3)
keterampilan belajar untuk belajar; (4) keterampilan hidup.[18]
e.
Keunggulan Menggunakan Quantum
Teaching
Quantum
Teaching menggunakan satu set prinsip
yang disebut 8 kunci keunggulan. Dalam 8 kunci keunggulan tersebut menyediakan
cara yang bermanfaat untuk mendapatkan keselarasan dan kerjasama. Adapun 8
kunci keunggulan tersebut adalah :
1. Integritas
: bersikap jujur, tulus menyeluruh selaraskan nilai-nilai dengan perilaku kita.
2. Kegagalan
Awal Kesuksesan: pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang
anda butuhkan untuk sukses
3. Bicaralah
Dengan Niat Baik: berbicaralah dengan pengertian positif dan
bertanggungjawablah untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus.
4. Hidup
Saat Ini : pusatkan perhatian anda pada saat sekarang ini dan manfaatkan waktu
sebaik-baiknya.
5. Komitmen:
lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan anda
6. Tanggung
Jawab : bertanggung jawablah atas tindakan anda
7. Sikap
Luwes/Fleksible: bersikaplah terbuka terhadap perubahan/ pendekatan baru, hal
ini membantu anda dalam memperoleh hasil yang diinginkan
8. Keseimbangan:
jaga keselarasan pikiran tubuh jiwa anda.[19]
f.
Cara Menggunakan Quantum Teaching
Pada
dasarnya Quantum Teaching memadukan antara unsur-unsur berikut: lingkungan,
suasana, landasan, rancangan, penyajian, fasilitas. Maksudnya :
1. Jadikan
lingkungan kelas penuh dengan keakraban antara guru dan murid
2. Buatlah
suasana diri anda semangat; begitu pula murid-murid
3. Landasan
proses belajar harus seimbang, murid harus punya niat/ minat
4. Adakan
rancangan/rencana pembelajaran/kurikulum yang efektif dan efesien.
5. Atur
penyajian/penyampaian pelajaran dengan mudah dan mengasyikkan
6.
Guru mampu
memfasilitasi untuk mengubah perilaku/bakat dan potensi murid.[20]
3.
Perbedaan Quantum Lerning dan
Quantum Teaching
Quantum
Teaching dan Quantum Learning merupakan model pembelajaran yang sama-sama
dikemas Boby DePorter yang diilhami dari konsep kepramukaan, sugestopedia, dan
belajar melalui berbuat. Quantum Teaching diarahkan untuk proses pembelajaran
guru saat berada di kelas, berhadapan dengan siswa, merencanakan pembelajaran,
dan mengevaluasinya.
Pola
Quantum Teaching terangkum dalam konsep TANDUR, yakni Tumbuhkan, Alami, Namai,
Demonstrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Sementara itu, Quantum Learning merupakan
konsep untuk pembelajar agar dapat menyerap fakta, konsep, prosedur, dan
prinsip sebuah ilmu dengan cara cepat, menyenangkan, dan berkesan. Jadi,
Quantum Teaching diperuntukkan guru dan Quantum Learning diperuntukkan siswa
atau masyarakat umum sebagai pembelajar. Sebagai guru, Ibu tentunya perlu mendalami
keduanya agar bisa menyerap konsep secara utuh dan terintegrasi.
Dalam
Quantum Teaching, guru sangat diharapkan sebagai aktor yang mampu memainkan
berbagai gaya belajar anak, mengorkestrakan kelas, menghipnotis kelas dengan
daya tarik, dan menguatkan konsep ke dalam diri anak. Prinsipnya, bawalah dunia
guru ke dunia siswa dan ajaklah siswa ke dunia guru. Dalam Quantum Teaching,
tidak ada siswa yang bodoh, yang ada adalah siswa yang belum berkembang karena
titik sentuhnya belum cocok dengan titik sentuh yang diberikan guru. Berarti,
guru perlu penyesuaian sesuai dengan kondisi siswa dengan berpedoman pada
segalanya bertujuan, segalanya berbicara, mengalami sebelum pemberian nama,
akui setiap usaha, dan rayakan.
Quantum
Learning merupakan strategi belajar yang bisa digunakan oleh siapa saja selain
sisiwa dan guru karena memberikan gambaran untuk mendalami apa saja dengan cara
mantap dan berkesan. Caranya, seorang pembelajar harus mengetahui terlebih
dahulu gaya belajar, gaya berpikir, dan situasi dirinya. Dengan begitu,
pembelajar akan dengan cepat mendalami sesuatu. Banyak orang yang telah
merasakan hasilnya setelah mengkaji sesuatu dengan cara Quantum Learning.
Segalanya dapat dengan mudah, cepat, dan mantap dikaji dan didalami dengan
suasana yang menyenangkan.[21]
B.
Mastery
Learning (Belajar Tuntas)
a.
Pengertian
Mastery Learning
Mastery Learning secara harfiah artinya belajar tuntas
atau pengausaan penuh.[22]
sedangkan secara istilah Mastery
Learning adalah suatu strategi pengajaran yang diindividualisasikan denngan
menggunakan pendekatan kelompok ( Group
Based Approach).[23] Pendekatan ini
memungkinkan para siswa belajar belajar bersama-sama berdasarkan pembatasan
bahan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa sampai tingkat tertentu, penyediaan waktu belajar yang
cukup, dan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar.
Mastery Learning dalam proses pembelajaran berbasis
kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang
mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar
kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang
paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu
sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika
dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik
akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak
diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan
secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum
optimal.[24]
Bila kita inginkan
agar seorang mau belajar terus
sepanjang hidupnya, maka
pelajaran disekolah harus
merupakan pengalaman yang menyenangkan baginya. Walaupun memang
pada dasrnya bakat anak itu berbeda-beda, ada yang memiliki bakat yang tinggi
dalam suatu mata pelajaran dan ada pula yang lemah dalam menangkap suatu mata
pelajaran. Carol menyatakan dalam Ahmad
Sabri, ia tidak menyangkal bahwa ada faktor dominan lain yang berpengaruh terhadap taraf pengauasaan dalam belajar itu.
Antara lain kualitas pengajaran dengan taraf kemampuan siswa untuk memahami pelajaran tersebut.[25]
Ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dan hasil
belajar. Akan tetapi jika diberi metode
pengajaran yang yang lebih bermutu yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap
anak serta waktu belajar yang lebih banyak, maka dapat
dicapai keberhasilan penuh bagi
setiap anak dalam tiap bidang studi. Maka korelasi antara bakat dengan
tingkat keberhasilan siswa dalam pelajaran dapat dilenyapkan.
b.
Ciri-ciri Mastery Learning
1. Para siswa dapat belajar dengan baik dalam kondisi
pengajaran yang tepat sesuai dengan
harapan pengajar,
2. Bakat seorang
siswa dalam suatu bidang pengajaran
tertentu dapat diramalkan, baik tingkatnya (yaitu bahan yang dipelajari dalam
bidang pengajaran itu dalam waktu yang telah ditentukan) maupun satuan waktu
yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan tersebut sampai ke tingkat penguasaan
tertentu. Bakat berfungsi sebagai indeks tingkatan belajar siswa sebagai suatu
ukuran satuan waktu.
3. Tingkatan hasil belajar bergantung pada waktu yang
digunakan secara nyata oleh siswa untuk mempelajari sesuatu dibandingkan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk
mempelajarinya.[26]
4. Model Carroll, Tingkatan belajar yaitu: ketentuan, kesempatan
belajar, bakat, kualitas pengajaran, kemampuan memahami pengajaran.
5. Kendatipun bakat
diperhatikan jika siswa diberikan kesempatan belajar yang seragam
dan berkualitas pengajaran yang seragam pula, hanya sedikit siswa yang
dapat mencapai tingkatan mastery
(menguasai). Sebaliknya, setiap siswa memperoleh kesempatan belajar yang berdiferensiasi dan
kualitas pengajaran yang berdiferensisai pila,
mayoritas siswa dapat mencapai tingkatan mastery.[27]
c.
Faktor-faktor
Mastery Learning
Sejumlah tokoh pendidikan yakin bahwa sebagian terbesar
bahkan hampir semua murid sanggup menguasai bahan pelajaran tertentu sepenuhnya
dengan syarat-syarat tertentu, berikut akan dijabarkan hal-hal yang
mempengaruhi prestasi belajar sehingga tercapai pengausaan penuh.
1.
Bakat untuk
mempelajari sesuatu (aptitude)
Bakat sangat mempengaruhi prestasi belajar. Hasil
penelitian menunjukan bahwa ada korelasi yang cukup tinggi antara bakat dengan
hasil pelajaran. Ada anggapan bahwa antara bakat dan prestasi terdapat
hubungan kausal. Bakat tinggi menyebabkan prestasi tinggi, sedangkan prestasi yang
rendah dicari sebabnya pada bakat yang
rendah, pendirian serupa ini membebaskan guru dari segala tanggung jawab atas
prestasi yang rendah oleh sebab bakat itu dibawa lahir dan diturunkan dari
nenek moyang, yang tidak dapat diubah oleh guru.[28]
Tidak ada bukti bahwa apa yang dianggap bakat itu bersifat tetap. Masih ada kemungkinan bahwa bakat
itu mengalami perubahan atas pengaruh lingkungan akan tetapi yang
diharapkan ialah memperbaiki kondisi belajar sehingga dapat dikurangi waktu
belajar untuk mencapai penguasaan penuh atas bahan pelajaran tertentu.
2.
Mutu/kualitas pembelajaran
(quality of instruction)
Kualitas pembelajaran merupakan keadaan yang mendorong
siswa untuk aktif belkajar belajar dan mempertahankan kondisinya agar tetap
dalam keadaan siap menerima pelajaran.Kualitas pembelajaran ditentukan oleh
kualitas penyajian, penjelasan, dan pengaturan unsur-unsur tugas belajar.[29]
Kurikulum kurikulum dijadikan pegangan dalam pembelajaran
, yang telah ditentukan oleh oleh pemerintah. Selain itu yang harus dipegang
oleh guru adalah metode yang digunakan dalam mengajar. Maka dari itu, guru yang
dipersiapkan dilembaga pendidikan adalah
guru yang baik bagi kelas. Pada dasarnya, murid yang belajar disekolah itu
adalah belajar secara individual, bukan belajar kelaompok. Mereka belajar
menurut cara-caranya masing-masing sekalipun mereka berada dalam satu kelompok
belajar.[30] dari itu tiap anak memerlukan metode tersendiri yang
sesuai baginya.
3.
Kesanggupan
untuk memahami pengajaran
Bahasa guru dalam menyampaikan pelajaran adalah faktor
terpenting dalam pemahaman siswa. Karena
jika murid tidak mampu memahami apa yang disamapaikan oleh guru atau guru tidak
mampu berkomunikasi dengan baik, maka besar kemungkinan murid tidak dapat menguasai mata pelajaran yang diajarkan.[31]
Maka dari itu ucapan guru dalam penyampaian pelajaran
ahrus jelas atau fasih dan juga mampu menyesuaikan bahasanya dengan
kemampuan murid, sehingga murid mampu
menerima pesan yang disampaikan. Hal ini guru harus memahami pentingnya makna berkomunikasi,
terutama dalam berkomunikasi dengan murid.[32]
Maka dari itlah untuk mengukur kemampuan
memahami sesuatu guru mengadaka tes/ujian.
4.
Ketekunan
belajar (perseverance)
Ketekunan erat kaitannya dengan dorongan yang timbul
dalam diri siswa untuk belajar dan mengolah informasi secara efektif dan
efisien serta pengembangan minat dan sikap yang diwujudkan dalam setiap langkah
instruksional.
5.
Waktu yang
tersedia untuk belajar
Dalam sistem pendidikan kita kurikulum harus dibagi dalam
bahan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, misalnya untuk satu
semester atau untuk satu tahun. Guru dapat menguraikannya menjadi tugas bulanan
dan mingguan. Maksudnya ialah agar bahan yang sama dikuasai oleh murid dalam
jangka waktu yang sama.
Pendirian mereka yang menganut mastery learning ialah
bahwa faktor waktu sangat esensial untuk menguasai bahan pelajaran tertentu
sepenuhnya. Jadi, jumlah waktu saja tidak mempertinggi keberhasilan belajar dan
penguasaan bahan. selain waktu masih pertlu sikap dan minat untuk mempelajari
bahan tersebut.
d.
Perencanaan
Belajar Tuntas
Perencanan merupakan pra kondisi belajar tuntas, yang
dikenal dengan strategi Bloom block. Perencanaan program belajar tuntas
berdasarkan asumsi bahwa sebagian besar siswa dapat belajar dengan baik, demgan
demikian para siswa akan belajar dengan baik. Perencanaan belajar tuntas
disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
9.
Merumuskan
bidang pengajaran
Terlebih dahulu
membatasi apa yang diharapkan dari para siswa. Hal ini berkenaan dengan
Intruksional Khusus (TIK) [33]
dan penentuan standar.[34]
10.
Mempersiapkan
alat evaluasi.
Para siswa akan
dinilai berdasarkan alat evaluasi tersebut pada akhir pelajaran, mengenai bahan
pelajaran tertentu. Alat evaluasi ni bersifat sumatif agar dapat diketahui
tingakat keberhasilan murid.[35]
11.
Menjabarkan
atau memecahkan bahan pelajaran menjadi urutan unit-unit pelajaran yang kecil.
Masing-masing diperlukan untuk jangka waktu dua minggu dalam rangka pencapaian
TIK.
12.
Mengembangkan
prosedur koreksi dan umpan balik ( feed back) bagi setiap unit pelajaran. Feed
back diberikan melalui tes-tes formatif. Mula-mula bahan pelajaran dibagi dalam
satuan-satuan pelajaran. Suatu satuan pelajaran misalnya meliputi bahan satu
bab atau bahan yang dapat dikuasai dalam waktu satu atau dua minggu.[36]
13.
Menyusun tes
diagnostik kemampuan belajar untuk memperoleh informasi atau umapan balik bagi
guru dan siswa tentang perubahan yang terjadi sebagai hasil pengajaran
sebelumnya sesuai dengan unit pelajaran.
14.
Mengembangkan
suatu himpunan materi pengajaran alternatif atau learning correctif
sebagai alat untuk mengoreksi hasil belajar, yang bersumber pada setiap pokok
uji satuan tes.
15.
Setiap siswa
harus menemukan kesulitanya sendiri dalam mempelajari bahan pelajaran.[37]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Quantum Learning merupakan kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang
dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu
proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Sedangkan Quantum Teaching yaitu strategi bagaimana
seorang guru mempraktekanQuantum Learning tersebut. Quantum Teaching merupakan
pola pengajaran yang mencerdas peserta didik dengan menggunakan berbagai energi
dan kemampuan pendidik agar peserta didik tidak menjadi objek belajar bahkan
menjadi subjek belajar itu sendiri. Dengan demikian tuntutannya pendidik
mengefektifkan peserta didik untuk aktif dalam proses belajar mengajar.
Namun untuk menuju sukses Quantum Teaching perlu
mengetahui modalitas yang dimiliki oleh setiap peserta didik secara individual.
Baik
secara Visual, Auditorial maupun Kinestetik. Baru kemudian merancang pengajaran
yang baik dan efektif yang menjadikan siswa tertarik dan aktif. Diantaranya
mengawali dengan sesuatu yang menarik dan akhirilah dengan sesuatu yang membuat
penasaran dan berikan kesimpulan yang mudah diingat. Dan sebelum menyampaikan
materi berikan keyakinan, kesepakatan, komitmen atau dikenal dengan kontrak
belajar, baru kemudian menyampaikan materi.
Teori belajar tuntas ( Mastery Learning Theory )
merupakan salah satu usaha dalam pembaharuan pendidikan yang bertujuan untuk
meningkatkan motivasi serta usaha belajar siswa agar siswa dapat mencapai
tingkat ketuntasan ( Mastery Level ).
Belajar tuntas (Mastery learning) adalah proses belajar
mengajar yang bertujuan agar bahan ajaran dikuasai secara tuntas, artinya
dikuasai sepenuhnya oleh siswa.
Dengan sistem belajar tuntas diharapkan program belajar
mengajar dapat dilaksanakan sedemikian rupa agar tujuan instruksional yang hendak
dicapai dapat diperoleh secara optimal sehingga proses belajar mengajar lebih
efektif dan efisien.
B.
Saran
Dari penjelasan
Quantum dan Mastery learning di atas telah tampak bahwa keduanya sangat
berperan penting sekali di dunia pendidikan. Maka dari penulis menyarankan agar
para guru maupun calon guru memahami Quantum dan Mastery Learning tersebut,
agar jangan sampai anak didik menjadi korban atas ketidaktahuan kita terhadap Quantum
dan Mastery Lerning.
Wallahu’alam bi al-Shawab,
Ma al-Taufiq wa al-hidayah illa bi-Allah
DAFTAR PUSTAKA
Bobi
de Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, Bandung : Kaifa, 2009
Bobi
de Porter, Dkk. Alih Bahasa Ari Nilandary, Quantum Teaching, Bandung:
Kaifa, 2007
Drs.
H. Abu Ahmadi dan Drs. Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung :
CV. Pustaka Setia, 1997
Drs.
H. Ahmad Sabri, M.Pd. Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta: PT. Ciputat Press, 2007
Prof.
Dr. S. Nasution, M.A. Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2005
http://sarkomkar.blogspot.com/2009/02/model-pembelajaran-quantum-teaching.html
http://sintenremen.wordpress.com/2008/02/26/beda-quantum-teaching-dan-quantum-learning/
http://www.masbied.com/2011/03/01/quantum-teaching-sebagai-strategi-belajar-mengajar/#more-240
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/12/perumusan-tujuan-instruksional-khusus/
Sintenremen.wordpress.com/2008/02/26/bedaquantum-teaching-dan-quantum-lerning/
[2] Para murid di dalam
kelas dibuat menjadi nyaman. Musik
dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang
menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran
sugestif bermunculan. Bobi de Porter dan Mike Hernacki, Quantum Learning, (Bandung
: Kaifa, 2009), hal.14.
[4] Ibid., hal.
14.
[5]
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/konsep-quantum-learning/
[6] Lihat Bobi De Porter
dan Mike Hernacki. Quantum Learning, Loc., Cit., hal. 28.
[7] Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada
proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak,
keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling
terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang
mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi)
kepada penciptaan kehormatan diri. Ibid., hal.
[8] Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua
yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat
peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum
learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua
itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah
informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum
learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang
pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan
lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan
tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang
menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk
dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah.
Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya
konsentrasi siswa.
Lingkungan makro
ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar
di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan
pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya.
“Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi
sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi
baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat
rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman
membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi
dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan
menciptakan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap
proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada
akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri
dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status
quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk
melebarkan lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman
dan merasa dihargai” dari siswa. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/konsep-quantum-learning/
[9] Quantum Teaching menunjukan
kepada guru agar menjadi guru yang lebih baik. Quantum Teaching menguraikan cara-cara baru yang memudahkan
proses belajar guru lewat pemaduan unsure seni dan pencapaian-pencapaian yang
terarah, apapun mata pelajaran yang gru ajarkan. Dengan menggunakan metode
Quantum Teaching, guru dapat melejitkan prestasi siswa. Quantum Teaching ini adalah suatu metodologi
yang dibangun berdasarkan pengalaman
delapan belas tahun dan penelitian
terhadap 25.000 siswa dan sinergi pendapat dari ratusan guru. Bobi de
Porter, Dkk. Quantum Teaching, ( Bandung: Kaifa, 2007), hal. 3-4.
[10] Metode ini sarat dengan
penemuan-penemuan terkini yang menimbulkan antusiasme siswa. Quantum Teaching
menjadikan ruang-ruang kelas ibarat sebuah konser musik yang memadukan berbagai
instrumen sehingga tercipta komposisi yang menggerakkan dari keberagaman
tersebut. Sebagai guru yang akan mempengaruhi kehidupan murid, anda seolah-olah
memimpin konser saat berada di ruang kelas. http://www.masbied.com/2011/03/01/quantum-teaching-sebagai-strategi-belajar-mengajar/#more-240
[11] Yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang
menekankan perkembangan keterampilan pribadi. Dalam program menginap selama dua
belas hari ini, siswa-siswa mulai usia Sembilan hingga dua pulu empat tahun
memperoleh kiat-kiat yang membantu mereka dalam mencatat, menghafal, membaca cepat, menulis, berkreatifitas,
berkomunikasi, dan membina hubungan kiat-kiat yang meningkatkan kemampuan mereka menguasai segala hal dalam
kehidupan. Hasilnya menunjukan bahwa
murid-murid yang mengikuti Super Camp mendapatkan nilai yang lebih baik,
lebih banyak berprestasi, dan merasa lebih
bangga akan diri mereka sendiri. Lihat, Bobi de Porter, Dkk., alih
bahasa oleh Ary Nilandari, Quantum Teaching, Op.,Cit., hal.4.
[12] Ibid., hal.14.
[13] Quantum Teaching diarahkan untuk
proses pembelajaran guru saat berada di kelas, berhadapan dengan siswa,
merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasinya. Pola Quantum Teaching terangkum
dalam konsep TANDUR, yakni Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, dan
Rayakan. Sementara itu, Quantum Learning merupakan konsep untuk pembelajar agar
dapat menyerap fakta, konsep, prosedur, dan prinsip sebuah ilmu dengan cara
cepat, menyenangkan, dan berkesan. Jadi, Quantum Teaching diperuntukkan guru
dan Quantum Learning diperuntukkan siswa atau masyarakat umum sebagai
pembelajar. Sebagai guru, Ibu tentunya perlu mendalami keduanya agar bisa
menyerap konsep secara utuh dan terintegrasi.
http://sintenremen.wordpress.com/2008/02/26/beda-quantum-teaching-dan-quantum-learning/
[14]
Lihat Bobi de Porter, Dkk., alih bahasa oleh Ary Nilandari, Loc., Cit., hal.
6.
[15] Dengan mengaitkan apa yang diajarkan oleh guru dengan sebuah peristiwa,
pikiran atau perasaan yang didapatkan dari kehidupan rumah, sosial, atletik,
musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk,
dengan mudah dunia siswa dibawa ke dunia guru atau pengajar. Guru akan memberikan pemahaman
tentang isi dunia itu. http://www.masbied.com/2011/03/01/quantum-teaching-sebagai-strategi-belajar-mengajar/#more-240
[17]
Lihat Bobi de Porter, Dkk., alih bahasa oleh Ary Nilandari, Quantum Teaching,
Op., Cit., hal. 8.
[19]
http://muhtadinabrori.blogspot.com/2008/11/quantum-teaching.html
[20]
http://muhtadinabrori.blogspot.com/2008/11/quantum-teaching.html
[22] Tujuan
proses pembelajaran secara ideal adalah agar
bahan yang dipelajari dikuasai sepenuhnya oleh murid. Nasution, Berbagai Pendekatan
dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005)
hal.36.
[23] Abu Ahmadi dan Joko
Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : CV. Pustaka
Setia, 1997) hal. 156.
[24] Memberi
kesempatan belajar saja belum memeadai bila jumlah yang tinggal kelas dan putus
sekolah masih tinggi. Masih perlu dipikirkan
jalan agar setiap murid mendapat bimbingan agar ia berhasil menyelasaikan pelajarannya
dengan baik. Jadi masalah yang sangat penting
yang kita hadapi ialah bagaimana
usaha agar sebagian besar murid-murid dapat belajar dengan efektif dan menguasai bahan pelajaran dan keterampilan –keterampilan yang
dianggap esensial bagi perkembangannya selanjutnya dalam masyarakat yang kian
hari kian kompleks. http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=16241.0
[25] Selain itu, factor
mativasi juga sangat berpengaruh, karena
itu: kalau kita menghendaki siswa mencapai penguasaan bahan pelajaran tertentu, maka bahan
pelajaran harus disusun secara sempurna, begitu juga pengukuran hasil belajarnya bahan pelajaran harus diperinci dan diorganisasi ke dalam satuan
–satuan (meaningfull) mdan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari satuan
yang lebih besar satuan bahan yang terkecil inilah yang disebut modul. Ahmad
Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan
Micro Teaching, (Jakarta: PT.
Ciputat Press, 2007), hal. 28.
[26] Dalam situasi sekolah
yang sebenarnya waktu yang digunakan dan waktu yang dibutuhkan dipengaruhi oleh
karakteristik siswa dan karakteristik pengajaran. Karakteristik siswa berkenaan dengan bakat dan ketentuan belajar. Karakteristik
pengajaran berkenaan dengan kesempatan belajar, kualitas pengajaran, dan
kemampuan memahami pengajaran. Lihat Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Loc.,
Cit., hal. 158.
[27] Ibid., hal.
[28] Ada
kemungkinan, mislanya seorang murid menguasai bahan matematika tertentu dalam
waktu satu semester sedangkan murid lainya hanya dapat menguasainya dalam
beberapa tahun, namun tingkat penguasaanya dapat sama. Bila memang benar bahwa
setiap anak dapat mencapai penguasaan penuh atas bahan tertentu, maka
implikasinya besar bagi dunia
pendidikan. Namun demikian, bakat tidak dapat diabaikan sepenuhnya. Ada
bakat khusus untuk mata pelajaran tertentu, misalnya pada mata pelajaran fikih.
Lihat Nasution, Op., Cit., hal. 39.
[29] http://andieirfan.multiply.com/journal/item/5
[30] Hal
seperti ini dikenal dengan pengajaran
klasikal, walaupun pengajaran klasikal
sekarang sangat umum dijalankan ini tidak berarti bahwa perbedaan individual dapat diabaikan.
Justru karena pengajaran kita bersifat klasikal, harus lebih diperhatikan
perbedaan individual, atau dengan kata
lain, adanya pengajaran klasikal ini guru harus dengan sengaja dan sadar
memaksa sirinya memberi perhatian kepada setiap anak secara individual. Lihat
Nasution, Loc., Cit., hal.42.
[31]
Kemampuan murid untuk menguasai suatu bidang study banyak bergantung pada
kemampuannya untuk memahami ucapan guru. Sebaliknya guru tindak sanggup
menyatakan buah pikirannya dengan jelas sehingga penjelasannya dapat dipahami oleh
murid, juga tidak dapat mencapai penguasaan penuh oleh murid atas bahan
pelajaran yang disampaikan. Ibid., hal.42.
[32]
Untuk memperluas komunikasi dapat dijalankan oleh guru berbagai usaha, antara
lain: Pertama, Belajar kelompok atau anatar murid saling membantu dalam
pelajaran. Karena terkadang bahasa sesamam murid akan mempermudah memamhamkan
siswa tertentu. Maka dari itu membentuk suatu kelompok yang di dalamnya harus
terdapat anak yang berbakat mata pelajaran tersebut, sehiungga mampu
menjelaskan pada muridnya. Kedua, Bantuan tutor, yaitu orang yang dapat
membantu murid secara individual. Ketiga, Buku pelajaran. Tersedianya
beberapa macam buku pelajaran dapat membantu murid dalam penguasaan bahan. Keempat,
buku kerja. Disamping buku pelajaran ada buku kerja/ tulis untuk
menangkap matery yang disampaikan. Kelima, pelajaran berprogram. Pelajaran berprograma ini juga merupakan
bantuan agar murid menguasai bahan pelajaran melalui langkah-langkah pendek. Keenam,
Alata audio Visual. Kebanyak pelajaran disampaikan secara verbal, akan tetapi bagian-bagia tertentu saja yang
murid dapat pahami. Maka dari itu pelajaran seharusnya dapat dikongkritkan
contohnya dalam tayangan visual. Ibid., hal.45.
[33] TIK adalah
kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang
biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan
pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian
pernyataannya didasarkan pada Tujuan Instruksional Umun (TIU). TIU istilah lainnya adalah “goal”
atau “terminal objective” ruang lingkupnya luas dan merupakan
pernyataan tentang perilaku akhir yang dapat dicapai oleh siswa setelah ia
menyelesaikan satu unit pelajaran atau sub pokok bahasan. Jadi luas
jangakauannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/12/perumusan-tujuan-instruksional-khusus/
[34] Lihat Abu Ahmadi, Op.Cit.,
hal.159.
[35] Lihat Nasution, Loc.,
Cit., hal. 52.
[36] Tes formatif ini
bermacam-macam fungsinya: pertama, tes foprmatif mempercepat anak baljar
dan memberikan motivasi untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam waktu
secukupnya. Kedua, tes formatif diberikan untuk menjamin bahwa semua
anak menguasai saepenuhnya syarat-syarat atau bahan apresiasi yangdiperlukan
untuk memahami bahan yang baru. Ketiga tes formatif juga berguna bagi
mereka yang telah memiliki bahan appersepsi yang doperlukan untuk member rasa
kepastian atas penguasaannya. Empat, bagi murid yang masih kurang menguasai bahan
pelajaran, tes formatif merupakan alat untuk mengungkapkan dimana sebetulnya
letak kesulitannya. Kelima, tes formatif sebaiknya jangan disertai oleh
angka. Tujuan yang harus dicapai adalah penguasaan penuh. Enam, tes
formatif juga memberikan umpan balik pada guru. Ibid., hal. 52.
[37] Lihat abu ahmadi, Lop.cit
hal.159
0 komentar:
Posting Komentar