Kerajaan Kampar Kiri,
Kuantan, Indragiri & Rokan
Oleh: Fitri Yafrianti*
“Adat bersendi syarak,
syarak bersendi
kitab Allah ”
A. Pendahuluan
Islam pada mulanya di perkenalkan oleh para pedagang
muslim yang melakukan kontak dagang dengan penduduk setempat pada akhirnya
dapat menarik hati penduduk setempat untuk memeluk Islam. Pada masa awal,
saudagar-saudagar muslim dikenal cukup mendominasi perdagangan. Saudagar muslim
itu mampu memperkenalkan nilai-nilai Islam terutama ketentuan-ketentuan hukum
Islam mengenai perdagangan yang memberikan keuntungan ekonomi secara maksimal, sekaligus
mereka membatasi adanya pilihan terhadap agama-agama. Di samping itu, Islamnya
penguasa dapat mempengaruhi penguasa-penguasa lainnya untuk memeluk Islam
sehingga Islam berkembang dengan cepat. Setelah berdirinya kerajaan Islam,
biasanya sang penguasa mempelopori berbagai kegiatan keagamaan, mulai dari
dakwah Islam, pembangunan masjid, sampai penyelenggaraan pendidikan Islam. [1]
Oleh karena itu, kami akan membahas beberapa kerajaan Islam di Riau,
diantaranya: kerajaan Kampar kiri,
Kuantan, Indragiri dan Rokan.
B. Kerajaan
Kampar Kiri
Kesultanan Kuntu Kampar
terletak di Minangkabau Timur, daerah hulu dari aliran Kampar Kiri dan Kanan.
Kesultanan Kuntu atau juga disebut dengan Kuntu Darussalam di masa lalu
adalah daerah yang kaya penghasil lada dan menjadi rebutan Kerajaan lain,
hingga akhirnya Kesultanan Kuntu dikuasai oleh Kerajaan Singasari dan Kerajaan
Majapahit. Kini wilayah Kesultanan Kuntu hanya menjadi sebuah cerita tanpa
meninggalkan sedikitpun sisa masa kejayaan, Kesultanan Kuntu kini berada
di wilayah Kecamatan Kampar Kiri (Lipat Kain) Kabupaten kampar.
Kuntu di masa dahulu
adalah sebuah daerah yang sangat strategis baik dalam perjalanan sungai maupun
darat. Di bagian barat daya Kuntu, di seberangnya ada hutan besar yang disebut
Kebun Raja. Di dalam hutan yang bertanah tinggi itu, selain batang getah, juga
ada ratusan kuburan tua. Satu petunjuk bahwa Kuntu dulu merupakan daerah yang
cukup ramai adalah ditemukannya empat buah pandam perkuburan yang tua sekali
sehingga hampir seluruh batu nisan yang umumnya terbuat dari kayu sungkai sudah
membatu (litifikasi). Salah satu di antara makam-makam tua itu makam Syekh
Burhanuddin, penyiar agama Islam dan guru besar Tarekat Naqsabandiyah yang
terdapat di Kuntu. Makam itu berada dekat Batang Sebayang. Syekh
Burhanuddin diperkirakan lahir 530 H atau 1111 M di Makkah Almukarramah dan
meninggal pada 610 H atau 1191 M.
Menurut buku Sejarah Riau yang disusun oleh tim
penulis dari Universitas Riau terbitan tahun 1998/1999, Kuntu adalah
daerah yang pertama-tama di Riau yang berhubungan dengan pedagang-pedagang
asing dari Cina, India, dan negeri Arab Persia. Kuntu juga daerah
pertama yang memainkan peranan dalam sejarah Riau, karena daerah lembah Sungai
Kampar Kiri adalah daerah penghasil lada terpenting di seluruh dunia dalam
periode antara 500-1400 masehi. Zaman dahulu, Kuntu dikenal sebagai daerah yang
subur dan berperan sebagai gudang penyedia bahan baku lada, rempah-rempah dan
hasil hutan. Pelabuhan ekspornya adalah Samudra Pasai, dengan pasar besarnya di
Gujarat. Kuntu juga adalah wilayah yang strategis sebab terletak terbuka
ke Selat Melaka, tanpa dirintangi pegunungan.
Kuntu juga adalah tanah tua yang mula-mula dimasuki Islam
yang dibawa oleh para pedagang dan di masa itu baru dianut di kalangan terbatas
(pedagang) karena masih kuatnya pengaruh agama Budha yang menjadi agama resmi Sriwijaya
di masa itu. Ketika Cina merebut pasaran dagang yang menyebabkan
para pedagang Islam Arab-Persia terdesak, maka penyebaran Islam sempat
terhenti. Para pedagang Arab-Persia-Maroko mulai kembali berdagang
di Kuntu dalam abad ke XII Masehi di masa kekuasaan Kesultanan Mesir era
Fatimiyah, dinasti yang mendirikan Universitas Al Azhar di Kairo. Kuntu
juga memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Islam Dayah di Aceh di bawah
Sultan Johan Syah dalam hal perniagaan. Setelah kerajaan Pasai berdiri, mereka
bahkan berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah di Kuntu.
C.
Kerajaan Kuantan Dan Indragiri
Dari kuntu Kampar dan kunto dar al-salam, islam menyebar
ke kuantan dan Indragiri. Di antara ulama yang berjasa menyebarkan islam ke
daerah ini adalah syekh burhanuddin al-kamil (wafat 610/1214). Islamisasi yang
dilakukan syekh ini sampai ke kuantan, terus ke hilirnya muara sungai
inderagiri, seperti sapat dan prigiraja (sekarang di wilayah kabupaten
Indragiri hilir). Akan tetapi proses
islamisasi berikutnya mendapat kendala, terutama akibat serangan adityawarman
ke kuantan 1349. Sejak itu, samppai abad ke 16, pengaruh islam di kuantan
hampir tidak berarti. Baru abad ke 17 proses islamisasi mendapatkan momentumnya
kembali, ditandai dengan munculnya para ulama yang ikhlas berdakwah. Salah
seorang di antaranya adalah dugo (tuanku lebai), murid syekh burhanuddin . di
Inderagiri muncul ulama kharismatik, tuan guru abd al-rahman siddik (1857-1939)[2]
Di antara murid tuanku lebai yang terkenal adalah utih.
Dalam tahun 1680, utih naik haji ke mekkah dan tinggal beberapa tahun di sana
untuk menuntut ilmu. Di mekkah ia menikah dengan hadijah, seorang putri berasal
dari Palembang. Sekembalinya dari mekkah, ia menjadi guru agama dan mubaliq di
kuantan. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, ia senantiasa berhadapan dengan
tokoh-tokoh adat yang belum memeluk islam, bahkan kadang-kadang memunculkan
konflik terbuka. Pertikaian antara ulama dengan pemegang adat ini berlangsung
cukup lama, dan baru berakhir setelah segala penghulu adat memeluk islam.
Semenjak itu, utih selain menjalankan fungsi agama, juga fungsi adat, dengan
bergelar datuk sinaro nan putih.[3] Datuk sinaro nan putih wafat pada 1691 di
teluk kuantan. Kuburannya terpelihara dengan baik, dan sampai sekarang
dikeramatkan oleh masyarakat di sana. Di inderagiri dan kuantan terdapat
nama-nama negeri yang sama dengan kota-kota terkenal sebagai tempat sumber
penyebaran islam di timur tengah abad ke 13, antara lain basrah, madinah, kufah
dan kardova. Nama-nama tersebut terdapat di aliran sungai kuantan, seperti
basrah (ibu kota kecamatan kuantan hilir) kopa (sebuah kenegeraian yang
terdapat di kecamatan kuantan tengah), pulau madinah (sebuah desa di kecamatan
kuantan hilir) penamaan terdapat daerah-daerah tersebut diperkirakan diberikan
oleh para pedagang muslim asal timur tengah, sejak awal islamisasi di riau.
Sumber lain
menyebutkan masuknya islam ke Indragiri melalui pantai barat Sumatra, dibawa
oleh seorang ulama bernama sayed ali al-idrus. Jalur-jalur yang dilaluinya
adalah: dari hadramaut singgah di samudera pasai dan sampai di pantai barat
Sumatra, tepatnya kota air bangis. Di daerah ini ia tinggal berapa lama dalam
tugas mengembangkan agama islam. Kemudian menuju timur dan sampai ke kerajaan
siak, terus ke pelalawan. Dari pelalawan ia meneruskan perjalanan kea rah
selatan, tepatnya di batu rijal inderagiri.[4]
Sayed Ali al idrus menikah dengan putri seorang
tempatan, dan mendapat seorang putra. Putra ini kemudian dijadikan menantu oleh
sultan salahuddin yang berkuasa di inderagiri waktu itu. Sultan member I hadiah
tanah yang luas di danau pasir Sembilan terhadap keturunan sayed ali al-idrus,
dan sampai sekarang mereka masih banyak di sana, tepatnya di kampong rantau
mapesai. Pada masa pemerintahan sultan Ibrahim yang telah berkedudukan di
rengat, salah seorang ulama dari keturunan sayed al-idrus diangkat sebagai
mufti kerajaan. Untuk menampung kebutuhan-kebutuhan penyiaran-penyiaran islam
waktu itu, sultan mendirikan rumah-rumah
ibadah, dan masjid kerajaan. Penghargaan terhadap ulama seperti itu
hampir terjadi diseluruh kesultanan-kesultanan islam, sehingga menjadikan
mereka amat bermartabat dalam kehidupan bersama sultan dan elit kerajaan
lainnya di ibukota kerajaan.
D. Kerajaan
Rokan
Dari kuntu, Islam di perkirakan menyebar ke rokan
dalam tahun 738/1349. Hal ini di mungkinkan mengingat kesultanan kuntu pada tahun itu di
serang oleh AdityaWarman. Expedisi yang sutukses ini berhasil berhasil mendesak
orang-orang islam exsodus keluar kuntu,melalui padang sawah,domo,ludai. Dari
sini berjalan kaki ke batu sosak,pangkalan menggilang,terus ke pangkalan koto baru,muara
mahat,batu bersurat,koto tuo,muara takus,sibaling,pendalian,terus ke daerah
rokan. Saat mereka dating ke daerah ini,rokan sudah memiliki kehidupan
bermasyarakat yang teratur,di pimpin oleh seorang raja yang berkedudukan
sebagai primus interperes bernama Raja said. Masuknya pelarian-pelarian muslim
dari kuntu berhasil membawa pengikut-pengikut raja said memeluk islam,dan
bahkan raja Said sendiri ahirnya menjadi penganut islam yang baik. Disamping di
atas,terdapat pula pendapat-pendapat lainnya,ada yang menyatakan islam di rokan
berasal dari lima koto(bangkinang,kuok,salo,rumbio dan air tiris) yang terletak
di tepi sungai Kampar kanan. Pada abat ke 12 agama islam sudah masuk ke daerah
lima koto yag di bawa oleh tentara dayah di bawah pimpinan panglima Nazimuddin
alkamil(521 H). Dari lima koto ini da’wa islam di sebarkan kedaerah rokan.
Pendapat lainnya,menyatakan bahwa agama islam yang masuk ke rokan berasal dari
Melaka pada perteengahan abat ke 15,kususnya pada masa Sultan Mansyur
Syah(1459/1477). Sultan mengutus dua mubalik bersaudara,begelar Radja Harimau
dan Rajda ganjut,utuk berd’wah di
Riau,termasuk rokan. Kwdatangan mereka dari Melaka,melalui aliran sungai rokan
ke hulunya yang sekarang terkenal dengan pelabuhan-pelabuhan di tepi sungai
Rokan,yaitu: bagan siapi-api,ragau,muara dilam. Sampai di muara dilam mearaeka
bearpisah jalan. Radja Harimau menyebarkan agama islam menghulu aliran-aliran
sungai rokan kiri,sedang Ganjut
menghulukan sungai rokan kanan.[5]
Ada pula yang berpendapat bahwa islam yang masuk ke
rokan datang dari aceh(kerajaan samudra pasai)pada abat ke 14. Kerajaan pasai
inilah yang kemudian mensponsori berdirinya kerajaan dengan kerajaan Aceh dar
al salam. Akan tetapi,dalam abat ke 14 itu jugak, Kunto Dar Al salam di serang majapahit.
sebagian besar rakyat yang telah manganut
islam itu melarikan diri ke kuantan. Selama abad ke 15, islamisasi di
rokan seolah-olah terhenti. Baru pada abad ke 16, terutama melalui tokoh syekh
burhanuddin, dakwah islamiyah diintensifkan kembali. Syekh burhanuddin bukan
hanya sebagai mubaliq, tetapi juga bertindak sebagai guru. Banyak pelajar
datang ke rokan untuk menuntut ilmu dengannya. Pelajar-pelajar dari minangkabau
ketika pulang ke kampungnya
masing-masing disebut sebagai orang siak (berarti orang alim) syekh burhanuddin
wafat di kunto, tepatnya di kampong nahir tahun 1601.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam Di
Indonesia, Depag: Jakarta: 2005
Mahdini, Islam dan kebudayaan Melayu, Pekan Baru:
Daulat Riau,2003
UU Hamidy, Potensi Lembaga Pendidikan Islam Di Daerah
Riau, Pekanbaru: Uir Press, 1994
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Asal Usul Raja Dan Rakyat
Rokan, Jakarta: 1996
* Penulis
Adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, (UIN SUSKA).
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam (kosentrasi fiqih) Semester VI, sekarang sedang menyelesaikan Program
SI.
[1] Departemen Agama, Rekonstruksi
Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Depag: Jakarta: 2005), hal. 42-43.
[2] Lengkapnya adalah tuan guru abd al-rahman siddik bin Muhammad ‘afif
bin jamalddin al-banjari, lahir di kampong dalam pagar, martapura, Kalimantan
selatan pada 1284/1857. Cucu syekh arsyad al-banjari ini di samping berdakwah
dan menjadi guru di pesantren yang ia dirikan, juga menjadi mufti kerajaan
Indragiri selama hampir 20 tahun. Muri-muridnya menyebar ke berbagai wilayah,
bukan hanya terbatas riau, tetapi juga Malaysia, patani Thailand, dan sulu
mindanau. Salah seorang muridnya yang terkenal adalah kyai h. abdul hamid
sulaiman, mantan ketua umum mui wilayah riau. Anak cucunya, baik yang berada di
tembilahan, sapat, Bangka, maupun jambi banyak terlibat dalam pengelolaan
sekolah-sekolah agama (pesantren). Mahdini, Islam
dan kebudayaan Melayu, (Pekan Baru,Daulat Riau,2003), Hal. 83.
[3] Gelar ini diambil dari namanya sendiri, utih yang berarti putih.
Salah satu peninggalannya yang masih tersimpan sekarang adalah gantang bagdad.
Gantang ini digunakan untuk menggantang zakat, dan masih terpelihara dengan
baik oleh keturunannya. Ibid.
[4] Di Indragiri, tepatnya di belilas, waktu itu terdapat sekelompok
orang yang tidak menerima kedetangan islam. Mereka menamakan gerakan islam
sebagai langkah baru,dan menyimpang dari ajaran-ajaran nenek moyang. Sebagai
lawannya adalah langkah lama,yakni mereka yang teguh pendirian dalam
mempertahankan agama nenek moyang. Kebanyakan mereka ahirnya melarikan diri ke
daerah-daerah pedalaman (hutan)sebagai tanda ketidak senangan mereka terhadap
islam,dan mereka inilah yang di sebut orang talang mamak. Suku talang mamak ini
banyak terdapat di kelayang dan siberida,dan mereka termasuk orang-orang
terbelakang. Hal.85
[5]Proses islamisasi kedua daerah ini berjalan sendiri-sendiri. Di
Rokan kiri,Radja Harimau tidak menemukan kendala berarti dalam tuga-tugasnya.
Kondisi ini di dukung oleh sebagian penduduknya telah lebih dulu beragama
islam(pelarian dari Kuntu). Bahkan ,sebagai mana telah di utarakan,Radja Said
behasil di islamkan,sehingga berdiri kerajaan Rokan empat koto. Sejak itu Radja
Said di angkat untuk mewakili sultan Melaka sebagai penguasa rokan kiri
sebaliknya,Radja Ganjut,banyak menghadapi kendala dalam usahanya mengislamkan
penduduk rokan kanan. Sebagian penduduk yang tidak mau di islamkan melarikan
diri ke hutan-hutan. Mereka inilah yang sekarang di kenal sebagai suku-suku
terasing di daerah bonai(suku bonai). hal.81
Terimakasih, sangat bermanfaat untuk belajar
BalasHapus^_^ SEMOGA BERMANFAAT
BalasHapusKuantan kurang jelas... mungkin bisa lebih diperjelas
BalasHapus