Konsep dan Makna Belajar Serta
Aspek-aspek
Psikologis dalam Belajar
Di
susun oleh: Fitri Yafrianti*
“Siapa Yang Bersungguh-sungguh pasti
Mendapat”
[Hadits
Nabi]
- Konsep dan Makna Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan
dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun
implisit (tersembunyi). Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam
belajar tersebut individu menggunakan kemampuan pada ranah-ranah :
Ø Kognitif yaitu
kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri
dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi.
Ø Afektif yaitu
kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda
dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian
sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
Ø Sikomotorik yaitu
kemepuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian
pola gerakan dan kreativitas.
Belajar
Menurut Pandangan Skiner.
Belajar menurut pandanag B.F.Skiner (1958) adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara
progresif. Menurut Skiner dalam belajar ditemukan hal-hal berikut :
Ø Kesempatan
terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar,
Ø Respon si belajar,
Ø Konsekwensi yang
bersifat menggunakan respon tersebut,baik konsekwensinya sebagai hadiah maupun
teguran atau hukuman.
Skinner menbagi dua jenis respon dalam proses belajar yakni :
1. respondents response yaitu respon yang terjadi karena
stimuli khusus, perangsang-perangsang yang demikian ini mendahului respons yang
ditimbulkannya.
2. operants conditioning dalam clasical condotioning
menggambarkan suatu situasi belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat
akibat reinforcement langsung yaitu respon yang terjadi karena situasi random.
Belajar
Menurut Pandangan Robert M. Gagne
Menurut Gagne (1970), Belajar merupakan kegiatan yang
kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebab
oleh stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan
oleh pelajar. Belajar terdiri dari tiga komponen penting yakni kondisi
eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dari acara belajar, kondisi internal
yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif siswa, dan hasil
belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan
motorik, sikap, dan siasat kognitif. Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu
hirarki dari paling sederhana sampai paling kompleks yakni :
Ø belajar tanda-tanda
atau isyarat (Signal Learning) yang menimbulkan perasaan tertentu, mengambil
sikap tertentu,yang dapat menimbulkan perasaan sedih atau senang.
Ø belajar hubungan
stimulus-respons (Stimulus Response-Learning)dimana respon bersifat spesifik,
tidak umum dan kabur.
Ø belajar menguasai
rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning) mengandung asosiasi yang
kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik.
Ø belajar hubungan
verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association) bersifat asosiatif tingkat
tinggi tetapi fungsi nalarlah yang menentukan.
Ø belajar mebedakan
atau diskriminasi (Discrimination Learning) yang menghasilkan kemampuan
membeda-bedakan berbagai gejala.
Ø belajar konsep-konsep
(Concept Learning) yaitu corak belajar yang menentukan ciri-ciri yang khas yang
ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek.
Ø belajar aturan atau
hukum-hukum (Rule Learning) dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian
yang kemudian dalam macam-macam aturan.
Ø belajar memecahkan
masalah (Problem Solving) menggunakan aturan-aturan yang ada disertai proses
analysis dan penyimpulan.
Ada
tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget yaitu :
1. Struktur, yaitu ada
hubungan fungsional antara tindakan pisik, tindakan mental, dan perkembangan
berpikir logis anak.
2. Isi, yaitu pola
perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya terhadap
berbagai masalah atau masalah yang dihadapinya.
3. Fungsi, yaitu cara
yanag digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa belajar dalam
hal ini dapat mengandung makna sebagai perubahan struktural yang saling
melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan
mengubah apa yang telah diketahui melalui belajar.
Belajar
Menurut Pandangan Carl R. Rogers
Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi)
praktek pendidikan menitikberatkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang
belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya
menghafalkan pelajaran. Langkah-langkah dan sasaran pembelajaran yang perlu
dilakukan oleh guru menurut Rogers adalah meliputi : guru memberi kepercayaan
kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur, guru dan siswa
membuat kontrak belajar, guru menggunakan metode inquiri atau belajar menemukan
(discovery learning), guru menggunakan metode simulasi, guru mengadakan latihan
kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok
lain, guru bertindak sebagai fasilitator belajar dan sebaiknya guru menggunakan
pengajaran berprogram agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya
kreatifitas dalam belajar (Dimyati dan Mudjiono, 1999:17).
Jadi dapat ditegaskan belajar menurut Carl R. Rogers
adalah untuk membimbing anak kearah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui apa
yang baik dan yang buruk, dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya
dengan penuh tanggung jawab sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di
pelajari dengan memberi anak didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat
memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam konteks belajar.
Belajar
Menurut Pandangan Benjamin Bloom
Keseluruhan tujuan pendidikan dibagi atas hirarki atau
taksonomi menurut Benjamin Bloom (1956) menjadi tiga kawasan (dominan) yaitu :
domain kognitif mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri
atas 6 macam kemampuan yang disusun secara hirarki dari yang paling sederhana
sampai yang paling kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis,
sintesis dan penilaian; domain afektif mencakup kemampuan-kemapuan emosional
dalam mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan
emosional disusun secara hirarki yaitu kesadaran, partisipasi, penghayatan
nilai, pengorganisasian nilai, dan karakterisasi diri; domain psikomotor yaitu
kemampuan-kemampuan motorik menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan terdiri
dari : gerakan repleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani,
gerakan terlatih, dan komunikasi nondiskursif.
Jadi dapat ditegaskan bahwa belajar adalah perubahan
kualitas kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf
hidupnya sebagai pribadi, masyarakat, maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa.
Belajar
Menurut Pandangan Jerome S. Bruner
Menurut Bruner (1960) dalam proses belajar dapat
dibedakan dalam tiga fase yaitu : informasi, transpormasi dan evaluasi.Bruner
mengemukan empat tema pendidikan, tema pertama mengemukan pentingnya arti
struktur pengetahuan, tema kedua ialah tentang kesiapan (readines) untuk
belajar, tema ketiga menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan, tema
keempat ialah tentang motivasi atau keinginan untuk belajar, dan cara-cara yang
tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
Bruner menyimpulkan bahwa pendidikan bukan sekedar
persoalan teknik pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar
dokelas atau menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata
pelajaran.
- Aspek-aspek
Psikologis dalam Belajar
Kegiatan pembelajaran merupakan
inti dari kegiatan pendidikan secara keseluruhan. Dalam prosesnya, kegiatan ini
melibatkan interaksi individu yaitu pengajar di satu pihak dan pelajar di pihak
lain. Keduanya berinteraksi dalam satu proses yang disebut belajar-mengajar
atau proses pembelajaran yang berlangsung dalam situasi belajar-mengajar pula. Supaya terjadi proses pembelajaran yang
efektif dan efisien, maka perilaku yang terlibat dalam proses tersebut
hendaknya dapat didinamiskan secara baik. Pengajar (guru) hendaknya mampu
mewujudkan perilaku mengajar secara
tepat agar mampu menghasilkan perilaku
belajar siswa melalui interaksi belajar-mengajar yang efektif dalam situasi
belajar mengajar yang kondusif.[1]
Dalam keseluruhan kegiatan di atas, pengajar memegang peran kunci, artinya
keberhasilan proses pembelajaran banyak tergantung dari pihak pengajar itu
sendiri. Salah satu hal yang paling strategis adalah mengenal dan menerapkan
berbagai aspek psikologis dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, khususnya
proses belajar-mengajar. Adapun Aspek-aspek psikologi dalam belajar meliputi:
a.
Intelegensi
Dalam kehidupan sehari-hari, kita seringkali
mendengar orang berbicara mengenai intelegensi sebagai faktor yang menentukan
berhasil tidaknya siswa di sekolah.[2] Pengetahuan mengenai tingkat kemampuan
intelektual atau intelegensi siswa akan membantu pengajar menentukan apakah
siswa mampu mengikuti pengajaran yang diberikan, serta meramalkan keberhasilan
atau gagalnya siswa yang bersangkutan bila telah mengikuti pengajaran yang
diberikan. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa prestasi siswa tidak
semata-mata ditentukan oleh tingkat kemampuan intelektualnya. Intelegensi
adalah kemampuan yang dibawa sejak lahir, yang memungkinkan seseorang berbuat
sesuatu dengan cara yang tertentu.[3]
Adapun pengertian
intelegensi menurut beberapa ahli adalah:
1. Ebbinghaus (1897) memberi definisi
intelegensi sebagai kemampuan untuk membuat kombinasi.
2. Terman (1921) memberi definisi
intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir abstrak.
3. Thorndike memberi definisi intelegensi
sebagai hal yang dapat dinilai dengan taraf ketidaklengkapan daripada
kemungkinan-kemungkinan dalam perjuangan hidup individu.
4. William Stern, intelegensi ialah
kesanggupan untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan
alat-alat berfikir yang sesuai dengan tujuannya.[4]
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan Intelektual
Bayley
(1979) di dalam studinya menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan
intelektual individu, yaitu:
Ø Keturunan
Ø Latar Belakang Sosial Ekonomi
Ø Lingkungan Hidup
Ø Kondisi Fisik[5]
Ø Iklim Emosi
b.
Motivasi
Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, seringkali
pengajar harus berhadapan dengan siswa-siswa yang prestasi akademisnya tidak
sesuai dengan harapan pengajar. Bila hal ini terjadi dan ternyata kemampuan
kognitif siswa cukup baik, pengajar cenderung untuk mengatakan bahwa siswa
tidak bermotivasi dan menganggap hal ini sebagai kondisi yang menetap.
Sebenarnya motivasi, yang oleh Eysenck dan kawan-kawan dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan
tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku
manusia, merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain
seperti minat, konsep diri, sikap, dan sebagainya. Siswa yang tampaknya tidak
bermotivasi, mungkin pada kenyataannya cukup bermotivasi tapi tidak dalam
hal-hal yang diharapkan pengajar. Mungkin siswa cukup bermotivasi untuk
berprestasi di sekolah, akan tetapi pada saat yang sama ada kekuatan-kekuatan lain,
seperti misalnya teman-teman, yang mendorongnya untuk tidak berprestasi di
sekolah.[6]
Sartain menggunakan
kata motivasi dan drive untuk pengertian yang sama. Ia mengatakan: pada umumnya
suatu motivasi atau dorongan adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam
suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap suatu tujuan atau
perangsang. Tujuan adalah yang menentukan tingkah laku organisme itu. Jika yang
kita tekankan ialah obyeknya, yang menarik organisme itu, maka kita pergunakan
istilah “perangsang”.
Hoy dan
Miskel dalam buku Educational Administration (1982: 137)
mengemukakan bahwa motivasi dapat didefenisikan sebagai kekuatan-kekuatan yang
kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebutuhan, pernyataan-pernyataan
ketegangan , atau mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiatan-kegiatan
yang diinginkan kea rah pencapaian tujuan-tujuan personal.[7]
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi
adalah untuk menggerakan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk
menggerakan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya
untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan
sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah.[8]
c.
Perhatian/Pengamatan[9]
Perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang
dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya.
Jika seseorang sedang berjalan di jalan besar, ia sadar akan adanya lalu lintas
di sekelilingnya, akan kendaraan-kendaraan dan orang-orang yang lewat, akan
toko-toko yang ada di tepi jalan. Dalam keadaan seperti ini kita tidak
mengatakan bahwa ia menaruh perhatian atau perhatiannya tertarik akan hal-hal
di sekelilingnya. Tetapi jika kemudian kita lihat ia bertemu dengan seseorang
yang dikenalnya dan kemudian bercakap-cakap dengannya, maka kita dapat
mengatakan bahwa orang tersebut berada dalam keadaan sedang memperhatikan,
yaitu ia mengarahkan indera atau sistem persepsinya untuk menerima informasi
tentang sesuatu, dalam hal ini tentang orang yang dikenalnya itu, dalam tingkat
yang lebih terinci. Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh seorang guru
dalam kelas adalah menarik perhatian siswa dan kemudian menjaga agar perhatian
itu tetap ada.
Berikut
ini beberapa prinsip penting yang berkaitan dengan perhatian.
Ø Perhatian seseorang tertuju atau
diarahkan pada hal-hal yang baru, hal-hal yang berlawanan dengan pengalaman
yang baru saja diperoleh atau dengan pengalaman yang didapat selama hidupnya.
Ø Perhatian seseorang tertuju dan tetap
berada dan diarahkan atau tertuju pada hal-hal yang dianggap rumit, selama
kerumitan tersebut tidak melampaui batas kemampuan orang tersebut.
Ø Orang mengarahkan perhatiannya pada
hal-hal yang dikehendakinya, yaitu hal-hal yang sesuai dengan minat,
pengalaman dan kebutuhannya.[10]
d.
Tanggapan
Tanggapan biasanya didefenisikan sebagai bayangan yang
tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan (Bigot dkk., 1950: 72). Linschoten mengemukakan bahwa “menanggap
adalah melakukan kembali sesuatu perbuatan atau melakukan sebelumnya sesuatu
perbuatan tanpa hadirnya obyek fungsi primer yang merupakan dasar dari
modalitas tanggapan itu” (Kohn Stamm,
dkk., 1955: 106)
e.
Ingatan
Pribadi manusia beserta aktivitas-aktivitasnya tidak
semata-mata ditentukan oleh pengaruh dan proses-proses yang berlangsung waktu
kini, tetapi juga oleh pengaruh-pengaruh dan proses-proses di masa yang lampau;
pengaruh-pengaruh dan proses-proses yang lampau ikut menentukan. Pribadi
berkembang di dalam suatu sejarah di mana hal yang lampau dalam cara tertentu
selalu ada dan dapat diaktifkan kembali. Secara teori dapat kita bedakan adanya
tiga aspek dalam berfungsinya ingatan itu, yaitu:
Ø Mencamkan, yaitu menerima kesan-kesan.
Ø Menyimpan kesan-kesan.
Ø Mereproduksikan kesan-kesan.
Atas dasar kenyataan inilah, maka biasanya ingatan
didefenisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksikan
kesan-kesan.[11]Dan
ingatan dapat juga didefenisikan sebagai penarikan kembali informasi yang
pernah diperoleh sebelumnya. Informasi yang diterima dapat disimpan untuk:
Ø Beberapa saat saja
Ø Beberapa waktu
Ø Jangka waktu yang tidak terbatas
Berikut ini
beberapa prinsip ingatan yang penting untuk diketahui.
Ø Belajar yang berarti lebih mudah terjadi
dan lebih lama diingat dibandingkan dengan belajar yang tampaknya tidak ada
artinya. Menghafal deretan huruf-huruf yang tidak ada hubungan arti adalah
sangat sulit dan lama. Untuk memudahkannya guru perlu membubuhkan suatu arti
sehingga mudah dihafal.
Ø Belajar menghubungkan atau merangkaikan
dua obyek atau peristiwa menjadi lebih mudah apabila kedua obyek atau peristiwa
menjadi lebih mudah apabila kedua obyek atau peristiwa itu terjadi atau
dijumpai dalam urutan yang berdekatan, baik ditinjau dari segi waktu maupun
ruang.
Ø Belajar dipengaruhi oleh frekuensi
perjumpaan dengan rangsangan dan tanggapan yang sama atau serupa yang dibuat.[12]
Ø Belajar tergantung pada akibat yang
ditimbulkannya. Ini berarti bahwa pelajaran yang memberi kesan menyenangkan,
menarik, mengurangi ketegangan, bermanfaat, atau memperkaya pengetahuan lebih
efisien dan tersimpan atau memberi kesan yang lebih lama.
Ø Belajar sebagai suatu keutuhan yang
dapat diukur tidak hanya tergantung pada proses bagaimana belajar itu terjadi,
tetapi juga pada cara penilaiannya atau penggunaannya.
f.
Berfikir
Berfikir adalah daya yang paling utama dan merupakan
ciri yang khas membedakan manusia dari hewan. Manusia dapat berfikir karena
manusia mempunyai bahasa, hewan tidak. “Bahasa” hewan bukanlah bahasa seperti
yang dimiliki manusia. “Bahasa” hewan adalah bahasa instink yang tidak perlu dipelajari dan diajarkan. Bahasa manusia
adalah hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. [13]
Pendapat para
ahli mengenai berfikir itu bermacam-macam. Misalnya ahli-ahli psikologi
asosiasi menganggap bahwa berfikir
adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di mana subyek yang berfikir pasif. Plato beranggapan bahwa berfikir itu
adalah berbicaradalam hati. Selanjutnya ada pendapat yang lebih menekankan kepada
tujuan berfikir itu, yaitu yang mengatakan bahwa berfikir itu adalah meletakkan
hubungan antara bagian-bagian pengetahuan kita (Bigot dkk., 1950: 103).[14]Proses
atau jalannya berfikir itu pada pokoknya ada tiga langkah, yaitu: (1)
pembentukan pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3) penarikan kesimpulan.
g.
Perasaan
Perasaan biasanya didefenisikan sebagai gejala
psikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan dengan gejala-gejala
mengenal, dan dialami dalam kualitas senang atau tidak senang dalam berbagai
taraf. Berlainan dengan berfikir, maka perasaan itu bersifat subjektif, banyak
dipengaruhi oleh keadaan diri seseorang. Apa yang enak, indah, menyenangkan
bagi seseorang tertentu, belum tentu juga enak, indah, menyenangkan bagi orang
lain.[15]
Perasaan umumnya bersangkutan dengan fungsi
mengenal; artinya perasaan dapat timbul karena mengamati, menanggap,
mengkhayalkan, mengingat-ingat, atau memikirkan sesuatu. Kendatipun demikian
perasaan bukanlah hanya sekedar gejala tambahan dari fungsi pengenalan saja,
melainkan adalah fungsi tersendiri.
h.
Sikap
Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa
adalah sikap. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan
bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu
dalam kehidupan. Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai
persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap suatu situasi. [16]
Sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara
lain:
Ø Melalui pengalaman yang berulang-ulang,
atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam
(pengalaman traumatik)
Ø Melalui imitasi
Ø Melalui sugesti, di sini seseorang
membentuk suatu sikap terhadap obyek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang
jelas, tapi semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu
yang mempunyai wibawa dalam pandangannya.
Ø Melalui identifikasi.
Daftar Pustaka
Tohirin,
Psikologi Pembelajaran PAI, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005
Slameto,
Belajar Dan Factor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003
Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990
Ngalim
Purwanto, Psikologi Pendidikan,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990
[1] Tohirin, Psikologi Pembelajaran PAI, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 76.
[2] Slameto, Belajar Dan Factor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 128.
[3] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1990), hal. 52.
[4] William Stern
berpendapat bahwa intelegensi sebagian besar tergantung dengan dasar dan
turunan. Pendidikan atau lingkungan tidak begitu berpengaruh kepada intelegensi
seseorang. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 52.
[5] Keadaan gizi yang
kurang baik, kesehatan yang buruk, perkembangan fisik yang lambat, menyebabkan
tingkat kemampuan mental yang rendah. Slameto,
Belajar Dan Factor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, hal. 131.
[6] Slameto, Belajar
Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya, hal. 170.
[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 72.
[8] Sebagai contoh,
seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas
dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu,
dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada diri sendiri; di samping itu
timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke
depan kelas. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 73.
[9]Manusia mengenal dunia
riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitar tempatnya berada dengan
melihat, mendengar, membau, dan sebagainya. Cara mengenal obyek yang demikian
itu disebut mengamati; sedangkan melihat, mendengar, dan seterusnya itu disebut
modalitas pengamatan. Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hal. 19.
[10] Slameto, Belajar Dan Factor-Faktor Yang
Mempengaruhinya, hal. 106-107.
[11] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hal. 44.
[12] Dalam pelajaran,
siswa menjadi makin baik penguasaannya jika kepada mereka diberikan lebih
banyak kesempatan untuk mengulang atau berlatih. Slameto, Belajar
Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya, hal. 112.
[13] Berfikir adalah satu
keaktipan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu
tujuan. Kita berfikir untuk menemukan pemahaman/pengertian yang kita
kehendaki. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 43.
[14] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hal. 54.
[15] Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, hal. 66.
[16]Sikap selalu berkenaan
dengan suatu obyek, dan sikap terhadap obyek ini disertai dengan perasaan
positif atau negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek yang
bernilai dalam pandangannya, dan ia akan bersikap negative terhadap obyek yang
dianggapnya tidak bernilai dan atau juga merugikan. Sikap ini kemudian mendasari
dan mendorong kearah sejumlah perbuatan yang satu sama lainnya berhubungan. Slameto, Belajar
Dan Factor-Faktor Yang Mempengaruhinya, hal. 188-189.
0 komentar:
Posting Komentar