HADITS TENTANG ETOS KERJA PENDIDIK DAN
ANAK DIDIK
Disusun
Oleh: Fitri Yafrianti
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹
Dan
Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"
[QS.
Al-Baqarah: 31]
A.
TEKS HADITS
B.
SKEMA SANAD
C.
MUFRODAT
: Contoh perbuatan
baik
: Melakukan kebaikan
: Tidak berkurang
: Pahala
:Dosa
:Contoh perbuatan
jelek
D.
TERJEMAHAN
“Zuhair bin Harb
menceritakan kepada saya, kami
diceritakan oleh Abdul Hamid dari Al-A’masy dari Musa bin Abdullah, dan
Abi Adhuha dari Abdurrahman bin Hilal Al-‘Abs dari Jarir bin Abdullah ia
berkata: “Telah datang orang-orang Arab kepada Rasulullah saw dengan memakai
bulu domba. Nabi melihat betapa
miskinnya keadaan mereka dan membutuhkan bantuan. Lalu Nabi mengajukan orang-orang untuk bersedekah,
tapi mereka menangguhkannya sampai hal itu terlihat di wajahnya. Kemudian
datanglah seorang Anshar membawa uang lalu datang juga yang lain, lalu mereka
ikut bersedekah sehingga terlihatlah kegembiraan di wajah Rasulullah, dan Rasul
bersabda:”Siapa yang melakukan dalam Islam dan orang-orang sesudahnya
mengamalkan juga maka ia mendapat pahala orang-orang yang mengamalkan amalannya
tersebut tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan dia yang melakukan
keburukan dalam Islam, lalu diamalkan juga oleh orang-orang sesudahnya, maka ia
akan mendapatkan dosa orang-orang yang mengamalkan perbuatannya itu tanpa
mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR.Muslim)
E.
PENJELASAN
1.
Hakikat dan Keutamaan Pendidik
a. Hakikat Pendidik
Dalam konteks
pendidikan Islam, pendidik disebut
dengan murabbi[1],
mu’allim,[2]
dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim
isim fa’il dari ’allama, yuallimu
sebagaimana ditemukan dalam Al-Qur’an (QS. 2: 31):
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ
Artinya:
“Dan Dia
mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"
Sedangkan
kata muaddib[3],
berasal dari addaba, yu’addibu, seperti
sabda Rasul:
“Allah mendidikku, maka
Ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan”.
Gambaran tentang hakikat pendidik dalam Islam,
adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik
dengan megupayakan seluruh potensi anak didik, baik afektif, kognitif, dan
psikomotor. Beberapa pendapat tentang pendidik:
Ø Muh. Fathil Al-Djamali menyebutkan bahwa
pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik
sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang
dimiliki oleh manusia.
Ø Marimba mengartikan pendidik sebagai
orang yang memikul pertanggung jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa
yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta
didik.
Ø Menurut Al-‘Aziz pendidik adalah orang
yang ebrtanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religious dan
berupaya menciptakan individu yang memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang
sempurna.
Jadi, pendidik[4]
dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban
agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Pendidik
dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara
alami anak-anak pada masa-masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah
dan ibunya. Dari merekalah anak mulai
pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup
banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya. Sedangkan pendidikan
di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru
madrasah atau sekolahsejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai
dosen-dosen di perguruan tinggi, kiai di pondok pesantren dan lain sebagainya.
Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan
juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya. Sebagai
pemegang amanat, guru bertanggung jawab atas amanat yang diserahkan kepadanya.
Allah menjelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 58:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya:
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat”.
b.Keutamaan Pendidik
Pendidik dalam ajaran Islam sangatlah dihargai
kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun oleh Rasul-Nya. Sebagaimana Firman
Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11. Dan sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Sebaik-baik kamu
adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”.
(HR. Bukhari)
2. Tugas dan Tanggung Jawab Pendidik
Tugas pendidik pada hakikatnya mengemban misi rahmat
lil’alamin yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada
hokum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi
ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif,
beramal saleh dan bermoral tinggi.
Menurut Al-Ghazali tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Abd. Arrahman Al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama,
fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang
fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan
mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
Berangkat dari uraian di atas maka tanggung jawab
pendidik sebagai mana disebutkan oleh Abd Al-Rahman Al-Nahlawi adalah, mendidik
individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya, mendidik
diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati
dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi
kesusahan, beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab
ini bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap anak didik,
akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggung jawabkan atas
segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah sebagaimana hadits nabi:
“Dari Ibnu Umar ra berkata:Rasulullah saw
bersabda:” masing-masing kamu adalah pengembala dan masing-masing beratnggung
jawab atas gembalanya:pemimpin adalah pengembala, suami adalahpengembala
terhadap anggota keluarganya, dan istri adalah pengembala ditengah-tengah rumah
tangga suaminya dan terhadap anaknya. Setiap orang diantara kailian adalah
pengembala, dan masing-masing bertanggung jawab atas apa yang digembalakannya. (HR.
Bukari dan Muslim).
3.
Peran
Pendidik
Abdullah Nashih Ulwan berpendapat bahwa tugas dan
peran pendidik atau guru adalah melaksanakan pendidikan ilmiah karena ilmu
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian dan emansipasi
harkat manusia. Sebagai pemegang amanat orang tua , dan sebagai salah satu
pelaksana pendidikan Islam guru tidak hanya bertugas memberikan pendidikan
ilmiah. Tugas guru hendaknya merupakan kelanjutan dan sinkron dengan tugas
orang tua, yang juga merupakan tugas pendidik Muslim pada umumnya, yaitu
memberikan pendidikan yang berwawasan manusia yang seutuhnya. Firman Allah
dalam surat Ali-Imran ayat 79:
$tB tb%x. @t±u;Ï9 br& çmuÏ?÷sã ª!$# |=»tGÅ3ø9$# zNõ3ßsø9$#ur no§qç7Y9$#ur §NèO tAqà)t Ĩ$¨Z=Ï9 (#qçRqä. #Y$t6Ïã Ík< `ÏB Èbrß «!$# `Å3»s9ur (#qçRqä. z`¿ÍhÏY»/u $yJÎ/ óOçFZä. tbqßJÏk=yèè? |=»tGÅ3ø9$# $yJÎ/ur óOçFZä. tbqßâôs? ÇÐÒÈ
Artinya:
Tidak
wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan
kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi
penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata):
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan
Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.
Dalam
surat Al-Baqarah ayat 129:
$uZ/u ô]yèö/$#ur öNÎgÏù Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Gt öNÍkön=tæ y7ÏG»t#uä ÞOßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur öNÍkÏj.tãur 4 y7¨RÎ) |MRr& âÍyèø9$# ÞOÅ3ysø9$# ÇÊËÒÈ
Artinya:
Ya Tuhan Kami,
utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al
Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah
yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini menerangkan bahwa sebagai seorang pendidik
yang agung, pendidik tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi lebih dari itu, dimana
ia juga mengemban tugas untuk memelihara kesucian manusia. Berdasarkan firman Allah
dalam surat di atas, Al-Nahlawi menyimpulkan bahwa tugas[5]
pokok (peran utama) guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
Ø Tugas pensucian.[6] Guru hendaknya
mengembangkan dan membersihkan jiwa peserta didik agar dapat mendekatkan diri
kepada Allah swt, menjauhkannya dari keburukan dan menjaganya agar tetap berada
pada fitrahnya.
Ø Tugas pengajaran. Guru hendaknya
menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengalaman kepada peserta didik untuk
diterjemahkan dalam tingkah laku dan kehidupannya.
2. Peserta Didik
Peserta didik dalam
pendidikan Islam adalah individu sedang tumbuh dan berkembang, baik secara
fisik, psiokologis, social, dan religi dalam mengarungi kehidupan di dunia dan
di akhirat kelak. Definisi tersebut member arti bahwa peerta didik merupakan
individu yang belum dewasa, yang karenanya memerlukan orang lain untuk
menjadikan dirinya dewasa. Anak kandung adalah peserta didik dalam keluarga,
murid adalah peserta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik
masyarakat sekitarnya, dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam
wsuatu agama.
Dalam istilah tasawuf, peserta didik
seringkali disebut dengan murid atau thalib. Secara etimologi, murid berarti
orang yang menghendaki. Sedangkan menurut arti terminology, murid adalah
pencari hakikat dibawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual
(mursyid). Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedang
menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha
keras menempah dirinya untuk mencapai derajat sufi.
Dalam psikologi perkembangan
disebutkan bahwa periodisasi manusia pada dasarnya dapat dibagi lima tahapan:
1. Tahap asuhan (usia 0-2 tahun), yang
lazim disebut fase neonates, dimulai kelahiran sampai usia dua tahun. Pada fase
ini pendidikan dapat diterapkan dengan cara member azan di telinga kanan dan
iqamah di telinga kiri ketika baru lahir (HR. Ya’la dari Husain bin Ali)
2. Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan
panca indera (usia 2-12 tahun), yang lazim disebut fase kanak-kanak. Pada tahap
ini, anak mulai memilki potensi-potensi biologis, paedagogis, dan psikologis.
Karena itu, pada tahap ini mulai diperlukan adanya pembinaan, latihan
bimbingan, pengajaran, dan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat (QS. Hud :
93).[7]
3. Tahap pembentukan watak dan pendidikan
agama (usia 12-20 tahun), usia ini anak telah memiliki kesadaran penuh akan
dirinya, sehingga ia diberi beban tanggung jawab (taklif), terutama tanggung
jawab agama dan social. Menurut Al-Taftazani, fase ini dianggap sebagai fase
yang mana individu mampu bertindak menjalankan hokum, baik yang terkait dengan perintah maupun larangan.
Seluruh prilaku mukallaf harus dipertanggung jawabkan, karena hal itu akan
berimbas pada pahala dan dosa.
4. Tahap kematangan (usia 20-30), pada
tahap ini anak telah beranjak menjadi dewasa, yaitu dewasa dalam arti
sebenarnya, mencakup kedewasaan biologis, social, psiokologis, dan kedewasaan
religious. Pada fase ini, mereka sudak mempunyai kematangan dalam bertindak,
bersikap dan mengambil keputusan untuk menentukan masa depannya sendiri.
5. Tahap kebijaksanaan (usia 30-meninggal).
Pada tahap ini, manusia telah menemukan jati dirinya yang hakiki, sehingga
tindakannya penuh dengan kebijaksanaan yang mampu memberi naungan dan perlindungan bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam
Mulia, 2002
Suyanto, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006
[1] Kata atau istilahmurabbi misalnya, sering dijumpai dalam
kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat
jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti ini terlihat dalam proses orang tua
membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha membrikan pelayanan secara penuh
agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang
terpuji. Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 84.
[2] Istilah mu’allim, pada umumnya dipakai dalam
membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu
pengetahuan (baca: pengajaran), dari seorang yang tahu kepada seorang yang
tidak tahu. Ramayulis, Ilmu Pendidikan
Islam, hal. 84.
[3] Istilah mu’addib, menurut Al-Attas, lebih luas
dari istilah mu’allim dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam. bagi
mereka yang cendrung memakai istilah tarbiyah, tentu murabi adalah sebutan yang
tepat untuk seorang pendidik. Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam, hal. 85.
[4] Pendidik berarti
jugaorang dewasa yang bertanggung jawab member pertolongan pada peserta
didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat
kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu
mandiri dalam memenuhi tugasnyasebagai hamba dan khalifah Allah Swt. Dan mampu
melakukan tugs sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang
mandiri. Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 87.
[5] Tugas pendidik dalam pendidikan
menurut Suyanto dalam buku Ilmu Pendidikan Islam, hal. 91 ada tiga bagian:
1.
Sebagai pengajar, yang bertugas
merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun
serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.
Sebagai pendidik, yang
mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT
menciptakannya.
3.
Sebagai pemimpin, yang memimpin,
mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait,
terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan,
pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang
dilakukan.
[6] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 97.
[7] Zakiah Darajat mengemukakan bahwa pada masa kanak-kanak pertama
(2-6 tahun) mungkin si anak menanyakan tentang Tuhan (rupanya, tempatnya, dan
kekuasaannya).
Mulai umur lebih kurang 7 tahun pertanyaan anak terhadap Tuhan telah berganti
dengan cinta dan hormat dan hubungannya dipengaruhi oleh rasa percaya dan iman.
Pada masa akhir anak-anak 10-12 tahun, fungsi Tuhn bagi anak telah meningkat.
Tuhan penolong baginya dalam menghadapi dorongan jahatdan tidak baik dalam
hatinya, serta Tuhan akan menolong melindungi yang lemah, terutama jika ia
merasa lemah dan merasa kekurangan. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 106.
0 komentar:
Posting Komentar