DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A.
Latar Belakang........................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................... 4
A.
Pengertian Integrasi ................................................................. 4
B.
Pendidikan Agama Islam........................................................... 5
C.
Sains dan Teknologi................................................................... 9
D.
Integrasi Pendidikan Agama Islam dengan
Sains dan Teknologi 10
E.
Peran Pendidikan Agama Islam dalam Perkembangan
Sains dan Teknologi 18
F.
Upaya Pendidikan Islam dalam Menghadapi
Dampak Negatif Sains dan Teknologi 20
G.
Problematika Integrasi Pendidikan Agama
Islam dengan Sains dan Teknologi 21
BAB III PENUTUP .................................................................................. 24
A.
Kesimpulan ............................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Sains dan Teknologi di
zaman ini semakin terasa pesat dan diperlukan manusia. Manusia modern sudah
sangat bergantung kepada produk-produk sains dan teknologi. Sukar untuk dibayangkan
manusia modern hidup tanpa menggunakan produk-produk sains dan teknologi.
Keperluan hidup harian manusia modern mulai dari makan, minum, tidur, tempat
tinggal, tempat bekerja, alat-alat transportasi, sampai alat-alat komunikasi,
alat-alat hiburan, kesehatan dan semua aspek kehidupan manusia tidak terlepas
dari pada menggunakan produk sains dan teknologi.
Perkembangan teknologi pertanian,
peternakan, perikanan serta pemprosesan makanan dan minuman telah memudahkan
manusia untuk memenuhi keperluan makan minum semua manusia di muka bumi ini.
Perkembangan teknologi informasi, dengan adanya telpon, handphone, faksimili,
internet dan lain-lain, telah mempercepat penyampaian informasi yang dahulu
memerlukan waktu hingga berbulan-bulan, sekarang dapat sampai ke tujuan hanya
dalam beberapa detik saja, bahkan pada masa yang (hampir) bersamaan. Melalui
TV, satelit dan lain-lain alat komunikasi canggih, kejadian di satu tempat di
permukaan bumi atau di angkasa dekat permukaan bumi dapat diketahui oleh umat manusia
di seluruh dunia dalam masa yang bersamaan.
Kita mengakui bahwa sains dan teknologi
memang telah mengambil peranan penting dalam pembangunan peradaban material
manusia. Penemuan-penemuan sains dan teknologi telah memberikan bermacam-macam
kemudahan pada manusia. Perjalanan yang dulu perlu ditempuh berbulan-bulan,
sekarang dapat ditempuh hanya beberapa jam saja dengan pesawat terbang, kereta
api cepat, hinggalah penemuan-penemuan lain yang sangat membedakan, memudahkan
dan menyenangkan cara hidup manusia zaman sekarang dibanding zaman dulu.
Islam, agama yang sesuai dengan fitrah
manusia, maka syariatnya bukan saja mendorong manusia untuk mempelajari sains
dan teknologi, kemudian membangun dan membina peradaban, bahkan mengatur
umatnya ke arah itu agar selamat dan menyelamatkan baik di dunia lebih-lebih
lagi di akhirat kelak.[1]
Namun hingga kini, masih saja ada anggapan
yang kuat dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa agama dan ilmu adalah dua
entitas yang tidak dapat dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah
masing-masing, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi objek
formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan
oleh ilmuwan. Ungkapan lain, ilmu tidak memperdulikan agama dan agama-pun tidak
memperdulikan ilmu. Hal ini dikarenakan oleh anggapan bahwa sains dan agama
memiliki cara yang berbeda baik dari pendekatan, pengalaman, dan
perbedaan-perbedaan ini merupakan sumber perdebatan. Ilmu-terkait erat dengan
pengalaman yang sangat abstrak, misalnya matematika. Sedangkan agama lebih
terkait erat dengan pengalaman biasa kehidupan. Sebagai interpretasi
pengalaman, ilmu bersifat deskriptif dan agama bersifat preskriptif.
Ada juga yang memandang bahwa sains dan
agama berdiri pada posisinya masing-masing, karena bidang ilmu mengandalkan
data yang didukung secara empiris untuk memastikan apa yang nyata dan apa yang
tidak, agama sebaliknya siap menerima yang gaib dan tidak pasti hanya
didasarkan pada variabel berwujud dari iman dan kepercayaan. Bahwa agama dan
sains harus hidup berdampingan independen satu sama lain, sebab meskipun ada
kesamaan dalam misi mereka, perbedaan mendasar antara keduanya menyajikan
sebuah konflik yang akan beresonansi pada inti masing-masing. Sehingga
integrasi antara sains dan agama hampir tidak layak, sebagai kriteria ilmiah
untuk mengidentifikasi asumsi tersebut menjadi nyata, karena dipastikan ada
proses kanibalisasi antara keduanya, sementara agama sangat penting bagi
kesejahteraan individu dan bertujuan menciptakan harmoni bagi kehidupan.
Persoalan yang muncul sekarang adalah
bagaimana melakukan integrasi antara sains dan agama melalui pendidikan agama
Islam, dan integrasi seperti apa yang dapat dilakukan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Integrasi
Dalam Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama, kata integrasi memiliki pengertian penyatuan hingga menjadi
kesatuan yg utuh atau bulat.[2] Jika
demikian halnya maka bagaiamanakah cara mengintegrasikan pendidikan agama Islam
dengan Sains dan Teknologi? Apakah dengan memadukan antara pendidikan agama
Islam dan pendidikan umum seperti yang terjadi di lingkungan pendidikan Islam
saat ini?
Khudori Sholeh mengatakan bahwa sebenarnya
lembaga pendidikan Islam telah melakukan integrasi tersebut meskipun dalam
pengertian sederhana. Lembaga pendidikan Islam mulai dari Madrasah Ibtidaiyah
sampai Perguruan Tinggi, memang telah memberikan materi-materi ilmu keagamaan
seperti tafsir, hadis, fiqh, dan seterusnya, dan pada waktu yang sama juga
memberikan berbagai disiplin ilmu modern yang diadopsi dari Barat. Artinya,
mereka telah melakukan integrasi antara ilmu dan agama.
Akan tetapi, integrasi yang dilakukan ini
biasanya hanya dengan sekedar memberikan ilmu agama dan umum secara
bersama-sama tanpa dikaitkan satu sama lain apalagi dilakukan di atas dasar
filosofis yang mapan. Sehingga pemberian bekal ilmu dan agama tersebut tidak
memberikan pemahaman yang yutuh dan komprehensif pada peserta didik. Apalagi
kenyataannya, ilmu-ilmu tersebut sering disampaikan oleh guru atau dosen yang
kurang mempunyai wawasan keislaman dan kemoderenan yang memadai.[3]
Dalam makalah ini yang diharapkan adalah
integrasi antara pendidikan agama Islam dengan Sains dan Teknologi dalam rangka
memberikan pengertian secara utuh kepada peserta didik tentang materi pelajaran
pendidikan agama Islam yang sering disampaikan secara dogmatis dengan
mengesampingkan fakta-fakta ilmu pengetahuan dan teknologi. Peserta didik saat
ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran pendidikan agama
Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu maka mereka tidak
serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang keharaman makanan
tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan mampu memberikan
penjelasan secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama Islam dan sains
dapat saling mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta
didik.
Selain itu, dengan perkembangan teknologi
informasi yang demikian pesat juga diharapkan dapat dikembangkannya model-model
pembelajaran dan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dalam proses kegiatan
belajar mengajar. Hal ini dengan tujuan untuk memudahkan penyampaian informasi
tentang pendidikan agama Islam kepada peserta didik. Tentunya harus didukung
dengan sumber daya manusia dalam hal ini adalah guru pendidikan agama Islam
yang memadai dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Pendidikan
Agama Islam
Pengertian pendidikan Islam menurut
Hasbullah merupakan pewarisan dan perkembangan budaya manusia yang bersumber
dan berpedoman ajaran Islam sebagai yang termaktub dalam AL-Qur’an dan Sunnah
Rasul, yang dimaksudkan adalah dalam rangka terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam.[4]
Dengan demikian ciri yang membedakan antara pendidikan Islam dengan yang lain
adalah pada penggunaan ajaran Islam sebagai pedoman dalam proses pewarisan dan
pengembangan budaya umat manusia tersebut.[5]
Sedangkan Haidar Putra Daulay menyatakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah
pembentukan manusia yang dicita-citakan, sehingga dengan demikian pendidikan
Islam adalah proses pembentukan manusia ke arah yang dicita-citakan Islam.[6]
Dari beberapa definisi di atas,
maka dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud Pendidikan Agama Islam adalah
suatu aktivitas atau usaha-usaha tindakan dan bimbingan yang dilakukan secara
sadar dan sengaja serta terencana yang mengarah pada terbentuknya kepribadian
anak didik yang sesuai dengan norma-norma yang ditentukan oleh ajaran agama.
Pendidikan Agama Islamjuga merupakan upaya
sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan
Al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengalaman.[7]
Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam
identik dengan tujuan agama Islam, karena tujuan agama adalah agar manusia
memiliki keyakinan yang kuat dan dapat dijadikan sebagai pedoman hidupnya yaitu
untuk menumbuhkan pola kepribadian yang bulat dan melalui berbagai proses usaha
yang dilakukan. Dengan demikian tujuan Pendidikan Agama Islam adalah suatu
harapan yang diinginkan oleh pendidik Islam itu sendiri.
Zakiah Daradjad dalam Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam mendefinisikan tujuan Pendidikan Agama Islam sebagai
berikut: Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina manusia beragama berarti
manusia yang mampu melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik dan
sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan tindakan dalam seluruh
kehidupannya, dalam rangka mencapai kebahagiaan dan kejayaan dunia dan akhirat.
Yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang intensif dan efektif.[8]
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam adalahsebagai usaha untuk mengarahkan dan
membimbing manusia dalam hal ini peserta didik agar mereka mampu menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, serta meningkatkan
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan mengenai Agama Islam, sehingga menjadi
manusia Muslim, berakhlak mulia dalam kehidupan baik secara pribadi,
bermasyarakat dan berbangsa dan menjadi insan yang beriman hingga mati dalam
keadaan Islam, sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Ali Imran
ayat 102.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
Untuk mencapai tujuan pendidikan agama
Islam tersebut menurut Amin Abdullah ada tiga tahapan, yaitu: pertama,
adalah mentransfer atau memberikan ilmu agama sebanyak-banyaknya kepada anak
didik. Dalam kegiatan ini, aspek kognisi anak didik menjadi sangat dominan. Kedua,
selain memenuhi harapan pada tahapan pertama, proses internalisasi nilai agama
diharapkan dapat juga terjadi. Aspek afeksi dalam pendidikan agama, aturannya
terkait erat dengan aspek kognisi. Sebenarnya, dalam bidang pendidikan agama,
aspek yang kedua ini lebih diutamakan daripada yang pertama. Kalau pun tahapan
kedua tersebut sudah diutamakan dan memperoleh porsi yang memadai, masih ada
satu tahapan lagi yang hendak dicapai oleh pendidikan agama Islam, yakni aspek
psikomotorik. Aspek atau tahapan ini lebih menekankan kemampuan anak didik
untuk dapat menumbuhkan motivasi dalam diri sendiri sehingga dapat
menggerakkan, menjalankan dan mentaati nilai-nilai dasar agama yang telah
terinternalisasikan dalam dirinya sendiri lewat tahapan kedua.[9]
Sedangkan ruang lingkup Pendidikan Agama
Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan
manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan ketiga
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, serta hubungan manusia dengan makhluk
lain dan lingkungannya.
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam juga
identik dengan aspek-aspek Pengajaran Agama Islam karena materi yang terkandung
didalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya.
Apabila dilihat dari segi pembahasannya
maka ruang lingkup Pendidikan Agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah
adalah:
1. Pengajaran
keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar
mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menurut
ajaran Islam, inti dari pengajaran ini adalah tentang rukun Islam.
2. Pengajaran
akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran
yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya,
pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya
yang diajarkan berakhlak baik.
3. Pengajaran
ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran
tentang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari
pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti
segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
4. Pengajaran fiqih
Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang
isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang
bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-dalil syar’i yang lain. Tujuan
pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum
Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pengajaran Al-Quran
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang
bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti kandungan yang
terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan tetapi dalam prakteknya hanya
ayat-ayat tertentu yang di masukkan dalam materi Pendidikan Agama Islam yang
disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
6. Pengajaran
sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini
adalah agar siswa dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan agama
Islam dari awalnya sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan
mencintai agama Islam.[10]
C. Sains dan
Teknologi
Pengertian Sains (science) menurut Agus S.
diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah
pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah
kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan
pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan.
"Real Science is both product and process, inseparably Joint".[11]
Sains sebagai proses merupakan
langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam
rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan
data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan.
Sedangkan menurut kamus bahasa seperti
yang dikutip oleh Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita sains
adalah ilmu pengetahuan yang teratur (sistematik) yang boleh diuji atau
dibuktikan kebenarannya. Ia juga merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata-mata, misalnya sains fisika, kimia,
biologi, astronomi, termasuk-lah cabang-cabang yang lebih detil lagi seperti
hematologi (ilmu tentang darah), entomologi, zoologi, botani, cardiologi,
metereologi (ilmu tentang kajian cuaca), geologi, geofisika, exobiologi (ilmu
tetang kehidupan di angkasa luar), hidrologi (ilmu tentang aliran air),
aerodinamika (ilmu tentang aliran udara) dan lain-lain.
Sedangkan teknologi adalah aktivitas
atau kajian yang menggunakan pengetahuan sains untuk tujuan praktis dalam
industri, pertanian, perobatan, perdagangan dan lain-lain. Ia juga dapat
didefinisikan sebagai kaedah atau proses menangani suatu masalah teknis yang
berasaskan kajian saintifik termaju seperti menggunakan peralatan elektronik,
proses kimia, manufaktur, permesinan yang canggih dan lain-lain.[12]
Sains dan teknologi menjadi satu kesatuan
yang tidak terpisahkan karena saling mendukung satu sama lain. Teknologi
merupakan bagian dari sains yang berkembang secara mandiri, menciptakan dunia
tersendiri. Akan tetapi teknologi tidak mungkin berkembang tanpa didasari sains
yang kokoh. Maka sains dan teknologi menjadi satu kesatuan tak terpisahkan.
D. Integrasi
Pendidikan Agama Islam dengan Sains dan Teknologi
Berdasarkan tujuan dan ruang lingkup
pendidikan agama Islam yang telah dijelaskan di atas, diharapkan integrasi
antara pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi dapat meningkatkan
pemahaman dan pemantapan bagi peserta didik.
Islam memandang bahwa agama adalah dasar
dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu
pengetahuan. Aqidah Islam yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam Al-Qur`an
dan Al-Hadits menjadi qaidah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas
yang di atasnya dibangun seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan
manusia.
Islam memerintahkan manusia untuk
membangun segala pemikirannya berdasarkan aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah
itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun :
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang menciptakan”.(QS. Al–Alaq: 1).
Ayat ini berarti manusia telah
diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman.
Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena
iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah,
yang merupakan asas Aqidah Islam.
Itulah ajaran yang dibawa Rasulullah SAW
yang meletakkan aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah
sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk aqidah Islam lebih dulu,
lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi
berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika
di masa Rasulullah SAW terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan
wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata.gerhana matahari ini
terjadi karena meninggalnya Ibrahim. Maka Rasulullah SAW segera menjelaskan:
Sesungguhnya matahari dan bulan ini keduanya sebagai bukti kebesaran Allah,
tidaklah gerhana ini karena mati atau hidupnya seseorang, maka bila kalian
melihat gerhana segeralah berdoa dan bertakbir mengagungkan Allah, shalat, dan
shadaqah.[13]
Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah
SAW telah meletakkan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau
menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah,
tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang, hal ini sesuai dengan aqidah
muslim yang sebenarnya.
Menurut Abuya Syeikh Imam Ashaari
Muhammad At Tamimi seperti yang dikutip oleh Abdurrahman R Effendi dan Gita
Puspita menegaskan bahwa semua aktifitas keseharian kita termasuk mengkaji dan
mengembangkan sains dan teknologi dapat bernilai ibadah bahkan perjuangan di
sisi Allah bila memenuhi 5 syarat ibadah yaitu:
1.
Niat yang betul, yaitu karena untuk
membesarkan Allah. Sabda Rasulullah SAW : “Sesungguhnya amalan-amalan itu
tergantung dengan niatnya dan yang didapat setiap orang itu sesuai dengan apa
yang dia niatkan. “Niat orang mukmin itu adalah lebih baik daripada amalannya.“
2.
Pelaksanaannya benar-benar di atas
landasan syariat atau aturan Allah.
3.
Perkara atau subyek yang menjadi tumpuan
untuk dilaksanakan atau dikaji itu mestilah mendapat keredhaan Allah. Subyek
yang paling utama mestilah suci agar benar-benar menjadi ibadah kepada Allah.
4.
Natijah (Hasil) mesti baik karena
merupakan pemberian Allah kepada hamba-Nya. Dan setelah itu, hamba-hamba yang
dikaruniakan rahmat itu wajib bersyukur kepada ALLAH dengan berzakat, melakukan
korban, serta membuat berbagai amal . Jika aktifitas tersebut menghasilkan ilmu
yang dicari maka ilmu itu hendaklah digunakan sesuai dengan yang diridhai
Allah.
5.
Tidak meninggalkan atau melalaikan
ibadah-ibadah asas, seperti belajar ilmu fardhu ‘ain, shalat 5 waktu, puasa,
zakat dan sebagainya.[14]
Integrasi yang diharapkan antara
pendidikan agama Islam dengan Sains dan Teknologi bukan dipahami dengan
memberikan materi pendidikan agama Islam yang diselingi dengan dengan materi
sains dan teknologi. Akan tetapi yang dimaksudkan adalah adanya integrasi yang
sebenarnya, di mana ketika kita menjelaskan tentang suatu materi pendidikan
agama Islam dapat didukung oleh fakta sains dan teknologi. Sebab, di dunia yang
demikian modern ini, peserta didik tidak mau hanya sekedar menerima secara
dogmatis saja setiap materi pelajaran agama yang mereka terima. Secara kritis
mereka juga mempertanyakan tentang materi pendidikan agama yang kita sampaikan
sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.
Kita ambil contoh, ketika menyampaikan
materi tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, memang tidak salah jika kita
hanya menyampaikan bahwa perjalanan yang dilakukan Nabi tersebut atas kehendak
Allah semata tetapi perlu juga disampaikan pembahasan secara sains dan
teknologi modern. Memang benar banyak ayat Al-Qur’an dan Hadis yang menunjukkan
kebenaran perjalanan Nabi tersebut, namun akan lebih mantap lagi jika dalam
penyampaian materi pelajaran tersebut disertakan fakta-fakta yang berdasarkan
sains dan teknlogi.
Menurut Thomas Djamaluddin, Isra’ mi’raj
bukanlah kisah perjalanan antariksa. Aspek astronomis sama sekali tidak ada
dalam kajian Isra’ mi’raj. Namun, Isra’ mi’raj mengusik keingintahuan akal
manusia untuk mencari penjelasan ilmu. Aspek aqidah dan ibadah berintegrasi
dengan aspek ilmiah dalam membahas Isra’ mi’raj. Inspirasi saintifik Isra’
Mi’raj mendorong kita untuk berfikir mengintegrasikan sains dalam aqidah dan
ibadah.
Mari kita mendudukkan masalah Isra’ mi’raj
sebagai mana adanya yang diceritakan di dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits
shahih. Kemudian sekilas kita ulas kesalahpahaman yang sering terjadi dalam
mengaitkan Isra’ mi’raj dengan kajian astronomi. Hal yang juga penting dalam
mengambil hikmah peringatan Isra’ mi’raj adalah menggali inspirasi saintifik
yang mengintegrasikan sains dalam memperkuat aqidah dan menyempurnakan ibadah.
Di dalam QS. Al-Isra’:1 Allah menjelaskan
tentang Isra’: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya
(Nabi Muhammad SAW) pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari
tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Dan tentang mi’raj Allah menjelaskan dalam
QS. An-Najm:13-18: “Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad SAW) telah
melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, di Sidratul
Muntaha. Di dekat (Sidratul Muntaha) ada surga tempat tinggal. (Dia melihat
Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh suatu selubung. Penglihatannya tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya
dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling
besar.”
Sidratul muntaha secara harfiah berarti
‘tumbuhan sidrah yang tak terlampaui’, suatu perlambang batas yang tak seorang
manusia atau makhluk lainnya bisa mengetahui lebih jauh lagi. Hanya Allah yang
tahu hal-hal yang lebih jauh dari batas itu. Sedikit sekali penjelasan dalam
Al-Qur’an dan hadits yang menerangkan apa, di mana, dan bagaimana sidratul
muntaha itu.
Isra’ mi’raj jelas bukan perjalanan
seperti dengan pesawat terbang antarnegara dari Mekkah ke Palestina dan
penerbangan antariksa dari Masjidil Aqsha ke langit ke tujuh lalu ke Sidratul
Muntaha. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan keluar dari dimensi ruang waktu.
Tentang caranya, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat menjelaskan secara
rinci. Tetapi bahwa Rasulullah SAW melakukan perjalanan keluar ruang waktu, dan
bukan dalam keadaan mimpi, adalah logika yang bisa menjelaskan beberapa kejadian
yang diceritakan dalam hadits shahih. Penjelasan perjalanan keluar dimensi
ruang waktu setidaknya untuk memperkuat keimanan bahwa itu sesuatu yang lazim
ditinjau dari segi sains, tanpa harus mempertentangkannya dan menganggapnya
sebagai suatu kisah yang hanya dapat dipercaya saja dengan iman.
Kita hidup di alam yang dibatasi oleh
dimensi ruang-waktu (tiga dimensi ruang-mudahnya
kita sebut panjang, lebar, dan tinggi, serta satu dimensi waktu). Sehingga kita
selalu memikirkan soal jarak dan waktu. Dalam kisah Isra’ mi’raj, Rasulullah
bersama Jibril dengan wahana “Buraq” keluar dari dimensi ruang, sehingga dengan
sekejap sudah berada di Masjidil Aqsha. Rasul bukan bermimpi karena dapat
menjelaskan secara detail tentang masjid Aqsha dan tentang kafilah yang masih
dalam perjalanan. Rasul juga keluar dari dimensi waktu sehingga dapat menembus
masa lalu dengan menemui beberapa Nabi. Di langit pertama (langit dunia) sampai
langit tujuh berturut-turut bertemu (1) Nabi Adam, (2) Nabi Isa dan Nabi Yahya,
(3) Nabi Yusuf, (4) Nabi Idris, (5) Nabi Harun, (6) Nabi Musa, dan (7) Nabi
Ibrahim. Rasulullah SAW juga ditunjukkan surga dan neraka, suatu alam yang
mungkin berada di masa depan, mungkin juga sudah ada masa sekarang sampai
setelah kiamat nanti.
Sekadar analogi sederhana perjalanan
keluar dimensi ruang waktu adalah seperti kita pergi ke alam lain yang
dimensinya lebih besar. Sekadar ilustrasi, dimensi 1 adalah garis, dimensi 2
adalah bidang, dimensi 3 adalah ruang. Alam dua dimensi (bidang) dengan mudah
menggambarkan alam satu dimensi (garis). Demikian juga alam tiga dimensi
(ruang) dengan mudah menggambarkan alam dua dimensi (bidang). Tetapi dimensi
rendah tidak akan sempurna menggambarkan dimensi yang lebih tinggi. Kotak
berdimensi tiga tidak tampak sempurna bila digambarkan di bidang yang
berdimensi dua.
Sekarang bayangkan ada alam berdimensi
dua (bidang) berbentuk U. Makhluk di alam “U” itu bila akan berjalan dari
ujung satu ke ujung lainnya perlu menempuh jarak jauh. Kita yang berada di alam
yang berdimensi lebih tinggi dengan mudah memindahkannya dari satu ujung ke
ujung lainnya dengan mengangkat makhluk itu keluar dari dimensi dua, tanpa
perlu berkeliling menyusuri lengkungan “U”.
Alam malaikat (juga jin) bisa jadi
berdimensi lebih tinggi dari dimensi ruang waktu, sehingga bagi mereka tidak
ada lagi masalah jarak dan waktu. Karena itu mereka bisa melihat kita, tetapi
kita tidak bisa melihat mereka. Ibaratnya dimensi dua tidak dapat menggambarkan
dimensi tiga, tetapi sebaliknya dimensi tiga mudah saja menggambarkan dimensi
dua. Bukankah isyarat di dalam Al-Quran dan Hadits juga menunjukkan hal itu.
Malaikat dan jin tidak diberikan batas waktu umur, sehingga seolah tidak ada
kematian bagi mereka. Mereka pun bisa berada di berbagai tempat karena tak di
batas oleh ruang.
Rasulullah bersama Jibril diajak ke
dimensi malaikat, sehingga Rasulullah dapat melihat Jibril dalam bentuk
aslinya (baca QS 53:13-18). Rasul pun dengan mudah pindah dari suatu tempat ke
tempat lainnya, tanpa terikat ruang dan waktu. Langit dalam konteks Isra’
Mi’raj pun bukanlah langit fisik berupa planet atau bintang, tetapi suatu
dimensi tinggi. Langit memang bermakna sesuatu di atas kita, dalam arti fisik
maupun non-fisik.
Bagaimanapun ilmu manusia tak mungkin bisa
menjabarkan hakikat perjalanan Isra’ mi’raj. Allah hanya memberikan ilmu kepada
manusia sedikit sekali (QS. Al-Isra: 85). Hanya dengan iman kita mempercayai
bahwa Isra’ mi’raj benar-benar terjadi dan dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Rupanya, begitulah rencana Allah menguji keimanan hamba-hamba-Nya (QS.
Al-Isra:60) dan menyampaikan perintah shalat wajib secara langsung kepada
Rasulullah SAW.
Pemahaman dengan pendekatan konsep ekstra
dimensi sekadar pendekatan sains untuk merasionalkan konsep aqidah terkait
Isra’ mi’raj, walau belum tentu tepat. Tetapi upaya pendekatan saintifik sering
dipakai sebagai dalil aqli (akal) untuk memperkuat keyakinan dalam aqidah
Islam. Sains seharusnya tidak kontradiktif dengan aqidah dan aqidah bukan hal
yang bersifat dogmatis semata, tetapi memungkinkan dicerna dengan akal.
Mengintegrasikan sains dalam memahami aqidah dapat menghapuskan dikotomi aqidah
dan sains, karena Islam mengajarkan bahwa kajian sains tentang ayat-ayat
kauniyah tak terpisahkan dari pemaknaan aqidah.[15]
Penjelasan tentang peristiwa Isra’ Mi’raj
di atas merupakan salah satu contoh materi tentang aqidah dan keimanan yang
dicoba dijelaskan dengan pendekatan sains dan tenologi sehingga akan mudah
dicerna oleh peserta didik. Contoh lain yang dapat dikemukakan di sini adalah
informasi dari Al-Qur’an Surat Al-Qomar ayat 1 tentang terbelahnya bulan.
Artinya: “Telah dekat (datangnya) saat
itu dan telah terbelah bulan.” (QS. Al-Qomar:1).
Ayat ini merupakan salah satu ayat yang
dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seorang muslim jika dia benar-benar
beriman akan kebenaran Al-Qur’an. Akan tetapi keimanan ini akan lebih sempurna
jika ada penjelasan secara sains terkait terbelahnya bulan tersebut.
Beberapa pendapat mengenai pemahaman
terbelahnya bulan tersebut, antara lain:[16]
1.
Secara Geo-sains memang telah terbukti
bahwa dahulu kala bulan pernah terbelah akibat benturan asteroid. Data
perbatuan bulan menyajikan informasi adanya jalur batuan metamorf yang menembus
bulan. Jalur itu berawal dari permukaan hingga ke inti dan menembus ke
permukaan bulan di sisi yang berseberangan.
2.
DR. Khalifa dari NASA telah menjelaskan
pengertian ayat tersebut, yaitu bahwa tidak seorang pun dapat menyangkal
kebenaran surat Al-Qomar ayat 1 tersebut. Kita dapat merujuk suatu kenyataan bahwa
Neil Amstrong dan Aldrin meninggalkan bulan dengan membawa batuan bulan
sebanyak 21 kg untuk contoh penelitian. Itulah yang dimaksud dengan pengertian
terbelahnya bulan, dan inilah yang membuat sang ilmuwan NASA itu memeluk agama
Islam dan mengganti namanya menjadi Khalifa.
3.
Suatu saat bulan akan terbelah bila
mendekati hari kiamat. Secara sains, hal ini juga dimungkinkan apabila asteroid
membentur bulan sehingga bulan lenyap atau hancur.
Dua contoh di atas kiranya dapat dijadikan
gambaran tentang integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi.
Bahwa sains dan teknologi sebenarnya dapat dijadikan fakta empiris penguat
kebenaran ajaran agama Islam. Pengajaran yang awalnya lebih banyak bersifat
dogmatis semakin terasa mudah untuk dipahami. Integrasi ini tentunya dengan
harapan untuk lebih meningkatkan pemahaman peserta didik akan materi pelajaran
pendidikan agama Islam dan sekaligus sebagai pengguat keyakinan akan kebenaran
Al-Qur’dan.
E. Peran Pendidikan
Agama Islam dalam Perkembangan Sains dan Teknologi
Peran Pendidikan Islam dalam perkembangan
teknologi, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.
Aqidah Islam Sebagai Dasar Sains dan
Teknologi
Inilah peran pertama pendidikan islam yang
dimainkan dalam iptek, yaitu menjadikan aqidah Islam sebagai basis segala
konsep dan aplikasi iptek. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa
oleh Rasulullah SAW.
2. Syariah
Islam sebagai Standar Pemanfaatan Sains dan Teknologi
Peran kedua Islam dalam perkembangan sains
dan teknologi, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan
sains dan teknologi. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib
dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya.
Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam.
Sedangkan sains dan teknologi yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
diharamkan syariah Islam. Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh umat Islam
dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam
dan juga seluruh umat manusia.
Sedangkan peran sains dan teknologi
menurut Islam sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
Artinya: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi serta silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (Kebesaran
Allah) bagi kalangan ulul albab. Yaitu mereka yang hatinya selalu bersama Allah
di waktu berdiri, duduk dan dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami,tidaklah Engkau
menciptakan ini semua dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka perliharalah kami
dari azab neraka. (QS Al Imron 190-191)
Dari ayat ini dapat kita lihat, bahwa melalui
pengamatan, kajian dan pengembangan sains dan teknologi, Allah menghendaki
manusia dapat lebih merasakan kebesaran, kehebatan dan keagunganNya. Betapa
hebatnya alam ciptaan Allah, yang kebesaran dan keluasannyapun manusia belum
sepenuhnya mengetahui, maka sudah tentu Maha hebat lagi Allah yang
menciptakannya. Tidak terbayangkan oleh akal fikiran dan perasaan manusia Maha
Hebatnya Allah. Kalaulah alam semesta yang nampak secara lahiriah saja sudah
begitu luas, menurut kajian dengan menggunakan peralatan terkini yang canggih
diameternya 20 milyar tahun cahaya, terasa betapa besar dan agungnya Allah yang
menciptakannya. Ini alam lahiriah yang nampak dan dapat diukur secara lahiriah,
belum lagi alam-alam yang berbagai jenis yang tidak dapat dikaji dan diobservasi
dengan peralatan lahiriah buatan manusia, walau secanggih apapun.
Maka melalui kajian sains dan
pengembangan teknologi, sepatutnya rasa hamba para saintis dan teknolog
meningkat. Tetapi sedikit sekali saintis dan teknolog yang meningkat rasa hambanya,
yang semakin tawadhu, yang semakin cinta dan takut dengan Allah. Bahkan
kebanyakannya semakin mereka menemukan benda-benda dan inovasi-inovasi yang
baru, semakin bangga dan rasa hebat. Bukan bertambah rasa kehambaan, rasa takut
dan cintakan Allah.[17]
F. Upaya
Pendidikan Islam dalam Menghadapi Dampak Negatif Sains dan Teknologi
Materi pendidikan Islam harus mampu
menstimulir fitrah manusia, baik fitrah ruhani, akal, maupun perasaan sehingga
dapat melaksanakan perannya dengan baik, entah sebagai hamba Allah SWT..
ataupun sebagai khalifah dimuka bumi.
Menurut Prof. A. Qodry Azizy, tiga
komponen yang dimiliki pendidikan Islam sebagai kunci dalam mengendalikan dan
mengembalikan sains dan teknologi ke posisi semula, yaitu:
1.
Amar ma’ruf
Pendidikan Islam memperkenalkan konsep
pengembangan amar ma’ruf. Tidak hanya kaitannya dalam pergaulan sosial saja,
akan tetapi amar ma’ruf ini dimaknai juga sebagai pengembangan diri dan iptek
secara positif. Jadi apapun yang dihasilkan oleh umat Islam harus mampu
memberikan nilai positif bagi kehidupannya dan habitat di sekelilingnya. Begitu
pun dalam pengembangan iptek, umat Islam harus mengarahkan penggunaan iptek
kepada hal yang benar, yang diridhoi oleh Allah SWT.
2. Nahi Munkar
Pendidikan Islam mengarahkan manusia untuk
mampu membedakan dan memilih kebenaran. Andaikan ada penyalahgunaan iptek, maka
pendidikan Islam mengharuskan umat Islam untuk menghindarinya dan memperbaiki
serta mencegah penyalahgunaannya kembali.
3. Iman kepada
Allah
Poin ketiga ini menjadi poin utama dasar
pendidikan Islam. Karena dengan keimanan yang kuat, umat Islam akan mampu
menghadapi dampak negatif iptek yang hadir. Iman kepada Allah SWT akan
menghadirkan rasa takut untuk bermaksiat terhadap-Nya, dan rasa malu untuk
melakukan kerusakan di bumi. Sebesar apapun serangan dampak negatif iptek, umat
Islam akan mampu membentengi diri melalui peningkatan keimanan yang terus
menerus. Karena pada dasarnya dampak negatif Iptek tidak akan terbendung, hanya
diri kitalah yang harus membentengi diri sebaik mungkin untuk menghadapinya.[18]
G. Problematika
Integrasi Pendidikan Agama Islam dengan Sains dan Teknologi
Idealnya integrasi pendidikan agama Islam
dengan sains dan teknologi dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya sebagai upaya
dalam memantapkan materi pendidikan agama Islam. Juga sebagai sarana
memperjelas permasalahan yang timbul dalam penyampaian materi pendidikan agama
Islam yang awalnya hanya bersifat dogmatis saja. Juga sebagai peningkatan rasa
keimanan akan kebenaran segala yang disampaikan Al-Qur’an dan Hadis.
Namun kenyataan di lapangan tentu akan
berbeda pelaksanaannya dengan adanya beberapa hambatan atau problematika yang
dihadapi dalam proses integrasi tersebut. Di antara problematika tersebut
adalah:
1.
Sumber Daya Manusia
Tidak dapat dipungkiri bahwa guru
pendidikan agama Islam berangkat dari disiplin ilmu yang hanya membekalinya
untuk dapat mengajar pendidikan agama Islam sesuai dengan bidang keahliannya
saja. Sehingga dalam aplikasinya ketika integrasi dengan sains dan teknologi
dilaksanakan akan menimbulkan permasalahan kurangnya pemahaman dari guru
pendidikan agama Islam tersebut tentang sains dan teknologi.
Hal ini dapat dicarikan solusi dengan
beberapa langkah, di antaranya: dengan mengikuti pendidikan dan latihan terkait
dengan sains dan teknologi, menambah referensi bacaan tentang sains dan
teknologi, dan pembahasan dalam forum musyawarah guru mata pelajaran. Untuk
mewujudkan hal tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan yang tidak sedikit.
Dalam hal ini pemerintah telah memberikan perhatiannya dengan program
sertifikasi guru. Dengan adanya program sertifikasi guru yang diikuti dengan
peningkatan kesejahteraan yang berupa tunjangan profesi bagi guru.
Undang-undang guru dan dosen antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
guru sekaligus kesejahteraannya sebagai upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan.[19]
Selain itu dalam rangka meningkatkan
kualitas hasil pendidikan, para pengambil kebijakan di bidang pendidikan sering
memperkenalkan inovasi pendidikan. Inovasi di bidang pembelajaran misalnya,
sering ditatarkan atau di-diklat-kan kepada para guru.[20]
2. Laboratorium
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama sebagaimana pendidikan
lainnya juga membutuhkan sarana dan fasilitas. Bila di sekolah ada laboratorium
IPA, Biologi, Bahasa, maka sebetulnya sekolah juga membutuhkan laboratorium
agama disamping masjid. Laboratorium itu dilengkapi dengan sarana dan fasilitas
yang membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video yang
bernapaskan keagamaan, music dan nyanyian keagamaan, syair, puisi keagamaan,
alat-alat peraga pendidikan agama, foto-foto yang bernapaskan keagamaan, dan
lain sebagainya yang merangsang emosional keberagaman peserta didik.
3. Buku
Referensi
Buku merupakan faktor yang sangat
mendukung dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penambahan
referensi buku-buku agama maupun buku-buku tentang sains dan teknologi akan
membantu menyelesaikan problem integrasi pendidikan agama Islam dengan sains
dan teknologi. Pengadaan buku ini sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah
dan lembaga pendidikan yang ada.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia sebagai ciptaan Tuhan dengan
kesempurnaan akal pikirannya, di dalam ajaran Islam, dianjurkan untuk membaca
ayat-ayat yang tersirat lewat fenomena dan keteraturan alam. Dengan
kajian-kajiannya yang kemudian menjadi ilmu pengetahuan dan teraplikasi dalam
wujud teknologi, kehidupan manusia menjadi lebih mudah dan sejahtera. Dengan
mengetahui dan merenungi berbagai keteraturan dan fenomena alam yang ada akan
menimbulkan keimanan, ketakwaan, dan kesadaran rohaniyah dalam diri manusia
bahwa betapa kecilnya makhluk manusia dan betapa besarnya Tuhan sebagai
pencipta alam semesta serta segala isinya.
Selain memberi panduan hidup kepada
manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa yang dapat selamat dan
menyelamatkan, Al-Qur’an banyak terkandung informasi-informasi ilmiah. Walaupun
Al-Qur’an bukan merupakan kitab sains dan teknologi, ia banyak memuat informasi
sains dan teknologi, tapi ia hanya menyatakan bagian-bagian asas yang sangat
penting saja dari ilmu-ilmu dan teknologi yang dimaksud. Al Qur’an juga
mendorong umat Islam untuk belajar, mengkaji dan menganalisa alam ciptaan Allah
ini.
Dengan integrasi pendidikan agama Islam
dengan sains dan teknologi diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan menjadi
lebih bermakna dan mudah dipahami. Sehingga tujuan pendidikan agama Islam dalam
mengarahkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam
dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan
bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman R Effendi dan Gina Puspita, Membangun
Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, Jakarta: Giliran Timur, 2007
Agus S. dalam, Ilmu Alam dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_alam, diakses 25
November 2011
Al-Muntasyiri Syaifur, Dampak
Perkembangan Iptek dan Pendidikan Islam, dalam
massyaifur.blogspot.com/.../dampak-perkembangan-iptek-dan.html, diakses 25
November 2011
Daradjad Zakiah, Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Hardaniwati Menuk dkk, Kamus Pelajar
Sekolah Lanjutan Pertama, Jakarta: Pusat Bahasa, 2003
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta:
RajaGrafindo, 1999, cetakan ke-3
Marimba Ahmad D, Filsafat Pendidikan
Islam, Bandung: PT. Al-Maarif, 1984
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi
Pengembangan Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2011
Munir Mulkhan Abdul dkk, Rekonstruksi
Pendidikan dan Tradisi Pesantren: Religiusutas Iptek, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998
Putra Daulay Haidar, Pendidikan Islam:
Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2004
Sudarmojo Agus Haryo, Menyibak Rahasia
Sains Bumi dalam Al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2008
Suryaman Babam, Pengertian, Dasar,
Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam http://www.kosmaext2010.com/pengertian-dasar-fungsi-ruang-lingkup-pendidikan-agama-islam-pai.php,
diakses 25 November 2011.
Thomas Djamaluddin, Isra’ Mi’raj:
Inspirasi Mengintegrasikan Sains dalam Aqidah dan Ibadaha dalam http://www.dakwatuna.com/2011/06/12964/
isra-miraj-inspirasi-mengintegrasikan-sains-dalam-aqidah-dan-ibadah/
diakses 25 November 2011
Zaidun Achmad, Ringkasan Hadis Shahih
Al-Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani, 2002
[1]Abdurrahman R Effendi dan Gina
Puspita, Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, (Jakarta:
Giliran Timur, 2007), hlm. 15.
[2]Menuk Hardaniwati dkk, Kamus
Pelajar Sekolah Lanjutan Pertama, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2003), hlm.
251-252
[3]Khudori
Sholeh, Pokok Pikiran tentang Paradigma Integrasi Ilmu dan Agama dalam Intelektualisme
Islam: Melacak Akar-akar Integrasi Ilmu dan Agama, (Malang: LKQS UIN
Malang, 2007), hlm. 231.
[4]Ahmad D Marimba, Filsafat
Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Maarif, 1984), hlm. 23
[5]Hasbullah, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan (Jakarta:
RajaGrafindo, 1999, cetakan ke-3), hlm. 9.
[6]Haidar Putra Daulay, Pendidikan
Islam: Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana,
2004), hlm. 3.
[7]Babam Suryaman, Pengertian,
Dasar, Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam http://www.kosmaext2010.com/pengertian-dasar-fungsi-ruang-lingkup-pendidikan-agama-islam-pai.php,
diakses 25 November 2011.
[8]Zakiah Daradjad, Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 172
[9]Abdul Munir Mulkhan dkk, Rekonstruksi
Pendidikan dan Tradisi Pesantren: Religiusutas Iptek (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 56.
[10]Babam Suryaman, Pengertian,
Dasar, Fungsi, Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam (PAI)dalam
http://www.kosmaext2010.com/pengertian-dasar-fungsi-ruang-lingkup-pendidikan-agama-islam-pai.php,
diakses 25 November 2011.
[11]Agus S. dalam, Ilmu Alam dalam
http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_alam, diakses 25 November 2011
[12]Abdurrahman R Effendi dan Gina
Puspita, Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, (Jakarta:
Giliran Timur, 2007), hlm. 2.
[13]Achmad Zaidun, Ringkasan
Hadis Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm. 263
[14]Abdurrahman R
Effendi dan Gita Puspita, Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak
Tuhan, hlm. 7.
[15]Thomas Djamaluddin, Isra’
Mi’raj: Inspirasi Mengintegrasikan Sains dalam Aqidah dan Ibadaha dalam http://www.dakwatuna.com/2011/06/12964/isra-miraj-inspirasi-mengintegrasikan-sains-dalam-aqidah-dan-ibadah/
diakses 25 November 2011
[16]Gus Haryo Sudarmojo, Menyibak
Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an, (Bandung: Mizan Pustaka, 2008), hlm.
66-68.
[17]Abdurrahman R Effendi dan Gita
Puspita, Membangun Sains dan Teknologi Menurut Kehendak Tuhan, hlm.
54-55
[18]yaifur Al-Muntasyiri, Dampak
Perkembangan Iptek dan Pendidikan Islam, dalam
massyaifur.blogspot.com/.../dampak-perkembangan-iptek-dan.html, diakses 25
November 2011
[19]Muhaimin, Pemikiran dan
Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
hlm. 99
[20]Ibid, hlm. 102
0 komentar:
Posting Komentar