Evaluasi
Pengembangan Kurikulum
Oleh: Fitri Yafrianti*
“Ilmu Tanpa Agama adalah Buta dan
Agama Tanpa Ilmu adalah Lumpuh”
A. Pendahuluan
Evaluasi
merupakan proses yang sangat penting dalam kegiatan pendidikan formal. Mengapa
demikian? Bagi guru evaluasi dapat menentukan efektivitas kinerjanya selama
ini; sedangkan bagi pengembang kurikulum evaluasi dapat memberikan informasi
untuk perbaikan kurikulum yang sedang berjalan. Evaluasi sering dianggap
sebagai salah satu hal yang menakutkan bagi siswa. Oleh karena itu, memang
melalui kegiatan evaluasi dapat ditentukan nasib siswa dalam proses
pembelajaran selanjutnya. Anggapan semacam ini memang harus diluruskan.
Evaluasi mestinya dipandang sebagai sesuatu yang wajar yakni sebagai suatu
bagian integral dari suatu proses kegiatan pembelajaran.
Dengan demikian, mestinya evaluasi dijadikan
kebutuhan oleh siswa, sebab dengan evaluasi siswa akan tahu tentang
keberhasilan pembelajaran yang dilakukannya.[1] Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas
evaluasi pengembangan kurikulum. Sebelum membahasnya, terlebih dahulu kita
harus mengetahui apa yang dimaksud dengan evaluasi pengembangan kurikulum?
B. Pengertian evaluasi pengembangan kurikulum
Ada
beberapa pengertian evaluasi. Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa
Inggris evaluation; dalam bahasa
Arab: al-Taqdir; dalam bahasa
Indonesia berarti: penilaian. Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan
oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977): Evaluation refer to the act or process to determining the value of
something. Menurut definisi ini, maka istilah evaluasi itu menunjukan
kepada atau mengandung pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan
nilai dari sesuatu.[2] Wand dan
Brown (1957) mendefinisikan evaluasi sebagai “…refer to the act or process to determining the value of something” Evaluasi mengacu kepada suatu proses untuk
menentukan nilai sesuatu yang dievaluasi.
Sejalan
dengan pendapat tersebut Guba dan Lincoln mendefinisikan evaluasi itu merupakan
suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang
dipertimbangkan (evaluand). Sesuatu
yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan atau
sesuatu kesatuan tertentu (Hamid Hasan 1988).
Sedangkan
kurikulum dapat dipandang sebagai “suatu program pendidikan yang direncanakan
dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu”.[3]
Jadi, pengembangan kurikulum pada hakikatnya adalah proses penyusunan rencana
tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara
mempelajarinya. Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan
kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus.[4]
Dari
konsep evaluasi pengembangan kurikulum di atas, maka evaluasi kurikulum dimaksudkan
sebagai suatu proses mempertimbangkan untuk memberi nilai dan arti terhadap
suatu kurikulum tertentu.
Hal yang dimaksud dengan kurikulum di sini
adalah rencana yang mengatur tentang isi dan tujuan pendidikan serta cara yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Konsep nilai dan arti,
dalam konteks penilaian terhadap suatu kurikulum memiliki makna yang berbeda.
pertimbangan nilai adalah pertimbangan yang ada dalam kurikulum itu sendiri. Contohnya
berdasarkan proses pertimbangan tertentu, evaluator memberikan nilai: apakah
kurikulum yang dinilai itu dapat dimengerti oleh guru sebagai pelaksana
kurikulum; apakah setiap komponen yang terdapat dalam kurikulum itu memiliki
hubungan yang serasi; apakah kurikulum yang dinilai itu dianggap sederhana dan
mudah dilaksanakan oleh guru; dan lain sebagainya.
Berbeda
dengan nilai, arti berhubungan dengan kebermaknaan suatu kurikulum. Misalkan, apakah
kurikulum yang dinilai memberikan arti untuk meningkatkan kemampuan berfikir
siswa; apakah kurikulum itu dapat mengubah cara belajar siswa kepada yang lebih
baik; apakah kurikulum itu dapat lebih meningkatkan pemahaman siswa terhadap
lingkungan sekitar; dan lain sebagainya.
Pengembangan
kurikulum merupakan proses yang tidak pernah berakhir (Olivia, 1988). Proses
tersebut meliputi orientasi, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Merujuk
pada pendapat tersebut maka, dalam konteks pengembangan kurikulum, evaluasi
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari pengembangan kurikulum itu
sendiri. Melalui evaluasi, dapat ditentukan nilai dan arti suatu kurikulum,
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum perlu
dipertahankan atau tidak; bagian-bagian mana yang harus disempurnakan.
Sejalan
dengan pendapat itu Cronbach memandang bahwa evaluasi kurikulum merupakan
komponen dalam proses membuat keputusan… curriculum
evaluation as component in the decision making process… Evaluation broadly as
the collection and use information to make decisions about an educational
program (Dalam Miller dan Seller 1985: 302). Bagi Cronbach, evaluasi
kurikulum pada dasarnya adalah sebagai suatu proses mengumpulkan berbagai
informasi dalam rangka membuat suatu keputusan tentang program pendidikan. Artinya,
melalui evaluasi apakah suatu program pendidikan perlu ditambahkan, dikurangi
atau mungkin diganti.
C. Pentingnya Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
adalah langkah untuk menentukan keberhasilan suatu kurikulum. Sekaligus
menemukan kelemahan yang ada pada proses tersebut untuk diperbaiki. Evaluasi
kurikulum dilakukan pada semua komponen kurikulum, yaitu tujuan, materi,
metode, dan evaluasi itu sendiri. Komponen-komponen ini mewarnai hasil evaluasi
yang dilakukan, yaitu tentang validitas (kesahihan), reliabilitas
(keterandalan), signifikansi (keterpercayaan), dan objektifitas. Oleh karena
itu, evaluasi merupakan komponen yang sangat penting untuk menilai sejauh mana
dan seberapa baik kurikulum dan proses pembelajaran berjalan secara optimal
atau tidak. Dengan evaluasi, dapat diketahui apakah sasaran yang ingin dituju
dapat tercapai atau tidak, sehingga akan diperoleh umpan balik tentang
kurikulum atau pembelajaran. Berdasarkan umpan balik tersebut dilakukan
perbaikan-perbaikan pada aspek-aspek yang kurang tepat dan pengembangan pada
aspek-aspek yang sudah baik.[5]
Evaluasi
terhadap tujuan berkaitan dengan sasaran maupun arah yang akan dituju dan
dicapai. Tujuan bersumber dari harapan masyarakat bukan hanya sebuah rancangan
kurikulum saja. Dalam evaluasi itu perlu dipertimbangkan adanya hambatan yang
akan muncul dalam upaya mencapai tujuan tersebut.
Materi
kurikulum perlu dievaluasi, yaitu berkaitan dengan relevansi materi
pembelajaran dengan tujuan, sehingga dapat memberikan pengalaman belajar.
Evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui relevansi materi pembelajaran dengan
perbedaan ataupun perkembangan individu secara psikologis, sehingga dapat
terjadi perubahan perilaku yang optimal. Evaluasi dalam hal ini dilakukan
dengan maksud mengetahui sampai sejauh mana proses dapat memberikan hasil
berupa perubahan perilaku secara optimal. Evaluasi dilakukan pula terhadap
metode dan strategi pembelajaran untuk mengetahui efektifitas penggunaan metoda
dan strategi pembelajaran serta upaya perbaikan peningkatan pada
kekurangan-kekurangan yang muncul.
Demikian
pula terhadap komponen evaluasi yang dilakukan sudah tepat. Untuk melihat
efektivitas kurikulum mencapai hasil yang optimal diperlukan evaluasi secara
terus menerus yang meliputi proses hasil kurikulum. Tujuan evaluasi proses
adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kurikulum sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Sedangkan, evaluasi proses untuk mengetahui seberapa baik prose
situ berjalan secara optimal sehingga dapat mencapai tujuan. Evaluasi kurikulum
sebagai suatu proses, dilakukan baik terhadap unsur tertentu maupun keseluruhan
perangkat kurikulum dan dilakukan pula baik terhadap unsur tertentu maupun
keseluruhan pelaksanaan kurikulum.
Untuk
melaksanakan evaluasi kurikulum, dapat digunakan pendekatan sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ralp. W. Tyler, yaitu meliputi :
1.
Menentukan tujuan evaluasi. Tujuan ini harus menyatakan
dengan jelas materi yang akan dinilai dalam kurikulum.
2.
Memilih, mengubah, atau menyusun alat evaluasi dan
menguji obyektivitas, reabilibitas, dan validitas alat tersebut.
3.
Menggunakan alat evaluasi untuk memperoleh data.
4.
Membandingkan data untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan dari kurikulum dan jelaskan alasan dari kekuatan dan kelemahan
tersebut.
5.
Menganalisis data untuk menentukan kekuatan dan
kelemahan dari kurikulum dan jelaskan alasan dari kekuatan dan kelemahan
tersebut.
6.
Menggunakan data untuk membuat perubahan yang dianggap
perlu dalam kurikulum.
D. Ruang Lingkup Evaluasi Kurikulum
Kurikulum
dapat dipandang dari dua sisi. Sisi pertama kurikulum sebagai suatu program
pendidikan atau kurikulum sebagai suatu dokumen; dan sisi kedua kurikulum
sebagai suatu proses atau kegiatan.
a. Evaluasi kurikulum sebagai suatu program
atau dokumen
Suatu program atau dokumen, kurikulum memiliki beberapa
komponen pokok, yaitu tujuan yang ingin dicapai, isi atau materi kurikulum itu
sendiri, strategi pembelajaran yang direncanakan, serta rencana evaluasi
keberhasilan.
1)
Evaluasi tujuan pendidikan
Rumusan
tujuan merupakan salah satu komponen yang ada dalam dokumen kurikulum. Evaluasi
kurikulum sebagai dokumen adalah evaluasi terhadap tujuan, setiap mata
pelajaran terdapat sejumlah kriteria untuk menilai tujuan ini.
a)
Apakah tujuan setiap mata pelajaran itu berhubungan dan
diarahkan untuk mencapai tujuan lembaga sekolah yang bersangkutan?
b)
Apakah tujuan itu mudah dipahami oleh setiap guru?
2)
Evaluasi terhadap isi/materi kurikulum
Bahwa yang dimaksud dengan isi atau materi kurikulum adalah seluruh pokok
bahasan yang diberikan dalam setiap mata pelajaran. Sejumlah pertanyaan yang
dapat dijadikan kriteria untuk menguji isi atau materi kurikulum di antaranya:
a)
Apakah isi
kurikulum sesuai atau dapat mendukung pencapaian tujuan seperti yang telah
ditetapkan?
b)
Apakah isi atau materi kurikulum sesuai dengan
pandangan-pandangan atau penemuan-penemuan yang mutakhir?[7]
c)
Apakah isi kurikulum sesuai dengan pengalaman dan
karakteristik lingkungan di mana anak
tinggal?
d)
Apakah urutan isi kurikulum sesuai karakteristik isi
atau materi kurikulum?
3)
Evaluasi terhadap strategi pembelajaran
Sebagai suatu pedoman bagi guru, kurikulum juga seharusnya memuat
petunjuk-petunjuk bagaimana cara pelaksanaan pembelajaran atau cara
mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Salah satu aspek yang berhubungan
dengan implementasi kurikulum adalah aspek pedoman perumusan strategi
pembelajaran. Sejumlah kriteria yang dapat diajukan untuk menilai pedoman
strategi belajar mengajar di antaranya:
a)
Apakah strategi
pembelajaran yang dirumuskan sesuai dan dapat mendukung untuk keberhasilan
pencapaian tujuan pendidikan?
b)
Apakah strategi pembelajaran yang diusulkan dapat
mendorong aktivitas dan minat siswa untuk belajar?[8]
c)
Bagaimana keterbacaan guru terhadap pedoman pelaksanaan
strategi pembelajaran yang direncanakan?
d)
Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan dapat
mendorong kreativitas guru?
e)
Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat
perkembangan siswa?[9]
f)
Apakah strategi pembelajaran yang dirumuskan sesuai
dengan alokasi waktu yang tersedia?
4)
Evaluasi terhadap program penilaian
Beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan adalah:
a)
Apakah program evaluasi relevan dengan tujuan yang
ingin dicapai?
b)
Apakah evaluasi diprogramkan untuk mencapai fungsi evaluasi baik sebagai formatif maupun
fungsi sumatif?
Evaluasi
yang dirumuskan bukanlah evaluasi yang hanya sekadar untuk melihat keberhasilan
siswa saja yang kemudian dinamakan evaluasi hasil belajar, akan tetapi juga
perlu diuji evaluasi yang dapat menguji keberhasilan guru dalam melaksanakan
proses pembelajaran, kedua fungsi ini sangat penting. Evaluasi hasil belajar
dapat mengukur sejauh mana siswa dapat mencapai target kurikulum yang kemudian
memiliki arti untuk melihat kedudukan siswa dalam kelompoknya; sedangkan
melalui evaluasi proses dapat dijadikan umpan balik bagi guru dalam menentukan
keberhasilan kinerjanya sehingga guru dapat memperbaiki kelemahan dalam
mengajar.
c)
Apakah program evaluasi yang direncanakan mudah dibaca
dan dipahami oleh guru?
d)
Apakah program evaluasi mencakup semua aspek perubahan
perilaku?
b. Evaluasi pembelajaran sebagai implementasi
kurikulum
Beberapa kriteria yang dapat diajukan untuk menilai implementasi tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1)
Apakah implementasi kurikulum yang dilaksanakan oleh
guru sesuai dengan program yang direncanakan?
2)
Sejauh mana siswa dapat berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai?
3)
Apakah secara keseluruhan implementasi kurikulum
dianggap efektif dan efisien?[10]
E. Evaluasi berbasis kelas
Perubahan kurikulum dari kurikulum yang berorientasi
pada isi pelajaran (content based
curriculum) menjadi kurikulum yang berorientasi pada kompetensi (competency based curriculum) memiliki
konsekuensi terhadap berbagai aspek pembelajaran di sekolah. Konsekuensi
tersebut bukan hanya pada implementasi atau proses pembelajaran, akan tetapi
juga pada penetapan criteria keberhasilan. Pada tataran implementasi, misalnya
perubahan terjadi pada proses pembelajaran; dari proses pembelajaran yang
menekankan pada selesainya penyampaian pokok bahasan (isi pelajaran) pada satu
catur wulan atau semester kepada penguasaan materi pelajaran oleh siswa. dengan
demikian, dalam implementasi kurikulum guru dituntut untuk dapat menggunakan
strategi dan metode pembelajaran yang bervariasi.
Dalam
penetapan criteria keberhasilan, kalau kurikulum sebelumnya criteria ditetapkan
oleh sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi pelajaran, sekarang dalam KBK
keberhasilan ditentukan lebih dari itu, yaitu bagaimana materi pelajaran yang
telah dikuasai itu berdampak pada perubahan perilaku atau performance siswa sehari-hari.
Perubahan
paradigma kurikulum tersebut, membawa implikasi terhadap paradigma evaluasi
atau penilaian, dari penilaian dengan pendekatan normatif ke penilaian dengan
menggunakan acuan standar. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk memiliki
pemahaman dan kemampuan yang memadai baik secara konseptual maupun secara
praktikal dalam bidang evaluasi pembelajaran untuk menentukan apakah penguasaan
kompetensi sebagai tujuan pembelajaran telah berhasil dikuasai siswa atau
belum.
Dalam
kurikulum tingkat satuan pendidikan, ada dua hal penting yang harus dipahami
tentang evaluasi.
Pertama, evaluasi merupakan kegiatan
integral dalam suatu proses pembelajaran. Artinya, kegiatan evaluasi
ditempatkan sebagai kegiatan yang tidak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Mengapa
demikian? Sebab evaluasi bukan hanya berorientasi pada hasil (product oriented) akan tetapi juga pada
proses pembelajaran (process oriented),
sebagai upaya memantau perkembangan siswa baik perkembangan kemampuan maupun
perkembangan mental dan kejiwaan.
Kedua, evaluasi bukan hanya tanggung jawab
guru, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab siswa. Artinya, dalam proses
evaluasi siswa dilibatkan oleh guru, sehingga mereka memiliki kesadaran
pentingnya evaluasi untuk memantau keberhasilannya sendiri dalam proses pembelajaran (self evaluation). Dengan demikian, siswa tidak lagi menganggap
bahwa evaluasi merupakan suatu beban yang kadang-kadang mengganggu sikap
mentalnya. Melalui self evaluation siswa akan menanggap bahwa evaluasi
adalah sesuatu yang wajar yang harus dilaksanakan.
Penilaian berbasis kelas merupakan bagian integral
dalam proses pembelajaran yang dilakukan sebagai proses pengumpulan dan
pemanfaatan informasi yang menyeluruh tentang hasil belajar yang diperoleh
siswa untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan kompetensi seperti
yang ditentukan dalam kurikulum dan sebagai umpan balik untuk perbaikan proses
pembelajaran.
Dari
pengertian di atas, penilaian berbasis kelas memiliki beberapa karakteristik
penting.
Pertama,
Penilaian berbasis kelas merupakan
bagian integral dalam proses pembelajaran, artinya bahwa penilaian ini
dilakukan secara terus-menerus dalam setiap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar kelas.
Kedua,
Penilaian berbasis kelas, merupakan
proses pengumpulan informasi yang menyeluruh, artinya dalam penilaian berbasis
kelas, guru dapat mengembangkan berbagai jenis evaluasi, baik evaluasi
berkaitan dengan pengujian dan pengukuran tingkat kognitif siswa seperti
menggunakan tes, maupun evaluasi terhadap perkembangan proses mental melalui
penilaian tentang sikap, dan evaluasi terhadap produk atau karya siswa.
Ketiga, hasil pengumpulan informasi dimanfaatkan
untuk menetapkan tingkat penguasaan kompetensi baik standar kompetensi,
kompetensi dasar, dan indicator hasil belajar seperti yang terdapat dalam
kurikulum.
Keempat,
hasil pengumpulan informasi, digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
melalui proses perbaikan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penilaian
berbasis kelas, guru secara terus-menerus dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran agar lebih efektif dan efisien.
Prinsip-prinsip penilaian berbasis kelas:
Motivasi, Validitas, Adil, Terbuka, Berkesinambungan,
Bermakna, Menyeluruh dan Edukatif
Jenis-jenis evaluasi
1.
Tes
Tes adalah teknik penilaian yang biasa digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa dalam pencapaian suatu kompetensi tertentu, melalui pengolahan secara
kuantitatif yang hasilnya berbentuk angka. Berdasarkan angka itulah selanjutnya
ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.
Jenis-jenis tes:
a.
Tes berdasarkan jumlah peserta,
Berdasarkan
jumlah peserta, tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi tes kelompok dan tes
individual.[11]
b. Tes
standar dan tes buatan guru
Dilihat
dari cara penyusunannya, tes juga dapat dibedakan menjadi tes buatan guru dan
tes standar. Tes buatan guru disusun untuk
menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh guru yang bersangkutan. Sedangkan
tes standar adalah tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa sehingga
berdasarkan kemampuan tersebut tes standar dapat memprediksi keberhasilan
belajar siswa pada masa yang akan datang.
Tes
berdasarkan pelaksanaannya,
Dilihat
dari cara pelaksanaannya, tes dapat dibedakan menjadi tes tulisan, tes lisan
dan tes perbuatan. Tes tulisan atau yang sering disebut juga tes tertulis,
adalah tes yang dilakukan dengan cara siswa menjawab sejumlah item soal dengan
cara tertulis. Ada dua jenis tes yang termasuk kedalam tes tulisan ini, yaitu tes esai dan tes
objektif. Tes esai adalah bentuk tes dengan cara siswa diminta untuk menjawab
pertanyaan secara terbuka yaitu menjelaskan atau menguraikan melalui kalimat
yang disusunnya sendiri. Sedangkan tes objektif adalah bentuk tes yang
mengharapkan siswa memilih jawaban yang sudah ditentukan. Tes lisan adalah
bentuk tes yang menggunakan bahasa secara lisan. Tes perbuatan (performance) adalah tes dalam bentuk peragaan.
2.
Non tes
Non tes adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek
tingkah laku termasuk sikap, minat dan motivasi. Ada beberapa jenis non tes
sebagai alat evaluasi, di antaranya wawancara, observasi[12],
studi kasus, skala penilaian.
F. Model Evaluasi
Kurikulum
Terdapat beberapa model dalam
melakukan evaluasi kurikulum, di antaranya:
1.
Evaluasi
Kurikulum Model CIPP (Content, Input, Process, dan Product)
Menurut model ini, yang harus dievaluasi meliputi empat aspek, yaitu:
1.
Evaluasi terhadap konteks (Context), yaitu evaluasi terhadap keadaan yang melingkupi proses
pembelajaran. Keadaan yang termasuk konteks adalah yang berasal dari
lingkungan.
2.
Evaluasi terhadap masukan (Input), yaitu proses pengenalan terhadap keadaan peserta sebelum
proses dilakukan. Tanpa mengukur hal ini, tidak akan diketahui keberhasilan
suatu proses.
3.
Evaluasi terhadap proses (Process), yaitu evaluasi terhadap jalannya proses pembelajaran.
4.
Evaluasi terhadap hasil (Product), yaitu evaluasi terhadap berhasil tidaknya peserta
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Evaluasi Kurikulum Model Provus
Model
Provus merupakan discrepancy evaluation
model, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap 1:
Menentukan
kriteria yang diinginkan. Penilaian mengidentifikasi ketidaksesuaian antara
kriteria dan perencanaan program kurikulum. Data dilaporkan kepada pembuat keputusan
yang memutuskan apakah ketidaksesuaian dapat diabaikan atau perencanaan program
harus diubah.
Tahap 2:
Membandingkan
antara kenyataan atau pelaksanaan program kurikulum dan kriteria. Tugas
penilaian adalah melaporkan ketidaksesuaian kedua hal tersebut.
Tahap 3:
Meneliti
proses belajar mengajar dan hasilnya secara khusus digunakan untuk menentukan
hubungan penyebab dan pengaruh. Provus menanamkan tahap 3 ini sebagai microlevel evaluation. Jika ternyata
proses belajar mengajar tidak menghasilkan hasil belajar yang diinginkan,
proses belajar mengajar hendaknya diperbaiki. Pada tahap ini, penilai juga
diharapkan mendeteksi berbagai masalah yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar.
Tahap 4:
Mepengaruh
dari meneliti kurikulum secara keseluruhan dalam hubungannya dengan perubahan
tingkah laku peserta didik. Provus menanamkan tahap ini dengan macrolevel evaluation. Dalam tahap ini
akan diketahui apakah pelaksanaan kurikulum telah mencapai tujuannya ataukah
belum. Data yang diperoleh dari tahap 2 dan 3 akan sangat membantu dalam
pelaksanaan evaluasi dan pada tahap ini.
Tahap 5:
Merencanakan
kurikulum baru berdasarkan data dari pelaksanaan kurikulum yang telah dinilai.
Evaluasi dilakukan selama (proses) dan setelah (hasil) peserta didik mengikuti
pembelajaran. Hasil evaluasi pelaksanaan kurikulum kemudian digunakan sebagai
umpan balik untuk merencanakan kurikulum baru.
3.
Evaluasi
Kurikulum Model Taksonomi
Evaluasi
kurikulum model taksonomi lebih ditujukan untuk mengevaluasi pembelajaran,
meliputi:
a.Evaluasi
Dominan Kognitif
Evaluasi untuk dominan kognitif ini dilakukan dengan mengukur tingkat
kognisi/pengetahuan dari peserta didik setelah kegiatan pembelajaran. Hal ini
dapat dilakukan dengan:
Teknik tes yang digunakan untuk mengevaluasi dominan
kognitif adalah dengan tes lisan dan tulisan. Tes lisan, yaitu tes secara
verbal untuk menilai kemampuan menggunakan bahasa lisan untuk
mempertanggungjawabkan pendapat atau jawaban yang diungkapkan, kemampuan
berfikir melihat hubungan sebab akibat, kemampuan memecahkan masalah.
Tes tulisan yaitu tes secara tertulis yang meliputi pertanyaan (soal)
ataupun jawaban singkat, menjodohkan, pilihan ganda, uraian objektif, atau
uraian bebas.
b. Evaluasi Domain Afektif
Untuk mengevaluasi domain avektif, termasuk didalamnya aspek sikap dan
minat terhadap mata pelajaran dan pembelajaran yang berlangsung, konsep diri
dan nilai. Evaluasi dapat dilakukan dengan teknik bukan tes (non tes) dengan
melakukan wawancara (interview),
angket, pengamatan (observasi).
Wawancara adalah teknik dengan mengadakan tanya jawab, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Angket adalah
teknik yang dilakukan secar tertulis berupa isian /pilihan terhadap alternatif-alternatif
sikap tertentu. Dengan koesioner bisa diketahui tingkat apresiasi seseorang
terhadap suatu nilai atau fenomena. Observasi adalah teknik yang dilakukan
dengan melakukan pengamatan terhadap objek atau kegiatan baik langsung maupun
tidak langsung.
c.
Evaluasi Domain Psikomotor
Untuk mengevaluasi domain psikomotor, dapat dilakukan dengan
pengamatan/observasi atau dengan tes performans/perbuatan/unjuk kerja dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam melakukan tugas tertentu.
Kesimpulan
Evaluasi merupakan bagian dari
sistem manajemen, yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Kurikulum
juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi, kemudian pelaksanaan dan
akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, tidak akan diketahui
bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan, serta
hasilnya.[13]
Evaluasi bertujuan untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan
mengenai kurikulum apakah akan direviskah akan direvisi atau diganti. Sementara
itu, penelitian memiliki tujuan yang lebih luas dari evaluasi, yaitu
mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan data untuk menguji teori atau membuat
teori baru. Evaluasi kurikulum sangat penting dilakukan karena evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi
mengenai kesesuaian, efektivitas, dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap
tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini
sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih
dijalankan, tetapi perlu revisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan
kurikulum yang baru. Evaluasi kurikulum juga penting dilakukan dalam rangka
penyesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi, dan
kebutuhan pasar yang berubah.
Evaluasi kurikulum dapat menyajikan
bahan informasi mengenai area-area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil
evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju yang lebih baik. Evaluasi ini
dikenal dengan evaluasi formatif. Evaluasi ini biasanya dilakukan waktu proses
berjalan. Evaluasi kurikulum juga dapat menilai kebaikan kurikulum apakah
kurikulum tersebut masih tetap dilaksanakan atau tidak, yang dikenal evaluasi
sumatif.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
E. Mulyasa, M. Pd, Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005
Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2009
Zakiah
Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Rusman,
Seri Manajemen Sekolah Bermutu, Jakarta:
Raja wali Pers, 2009
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi, Bandung: Bumi Aksara, 2010
Prof.
Dr. Hamid Darmadi, M. Pd, Kemampuan Dasar
Mengajar, (Bandung: Alfa Beta, 2010
Prof.
Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
Dr.
Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Drs.
Hendyat Soetopo, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
* Penulis Adalah Mahasiswa Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, (UIN SUSKA). Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam (kosentrasi fiqih) Semester VI, sekarang sedang menyelesaikan Program
SI.
[1] Wina
Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 338.
[2]
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2009), hal. 1.
[3]
Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 122.
[4] Seller
memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi
kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan,
pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan
implementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu
selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran,
diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasikan. Hasil evaluasi
itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukam orientasi, begitu seterusnya,
hingga membentuk siklus. Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, hal. 32-33.
[5]
Munir, Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, (Bandung: Bumi
Aksara, 2010), hal. 107.
[6]
Kurikulum disusun pada dasarnya untuk mengembangkan setiap potensi yang
dimiliki siswa. Siswa bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, namun mereka
adalah organisme yang sedang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahap
perkembangannya. Dengan demikian, tujuan dalam kurikulum harus sesuai dengan
taraf perkembangan siswa itu sendiri. Wina
Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran,
hal. 343.
[7]
Muatan kurikulum pada dasarnya berisikan tentang berbagai disiplin ilmu. Setiap
ilmu itu tidaklah bersifat statis, akan tetapi bersifat dinamis, artinya ilmu
itu sendiri terus-menerus berkembang. Suatu teori dalam disiplin ilmu bisa
terjadi tidak berlaku lagi manakala ditemukan teori baru. Oleh karena itulah,
setiap materi pelajaran harus sesuai dengan pandangan-pandangan baru. Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, hal. 344.
[8]
Suatu strategi yang digunakan harus dapat mendorong siswa untuk beraktivitas. Belajar tidak sama dengan
duduk, mencatat dan menghafal materi pelajaran. Belajar adalah suatu proses
perubahan perilaku berkat adanya
pengalaman. Dengan demikian, proses
pembelajaran pada dasarnya adalah memberikan pengalaman pada siswa. Oleh sebab
itu, strategi pembelajaran harus dirancang untuk memberi pengalaman belajar
yakni mendorong siswa untuk melakukan berbagai aktivitas sesuai dengan tujuan
yang harus dicapai. Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, hal. 345.
[9]
Siswa adalah organisme yang sedang berkembang, yang dalam setiap tahap
perkembangannya memiliki karakteristik dan sifat-sifat tertentu. Strategi
pembelajaran yang dirancang haruslah sesuai dengan tahap perkembangan tersebut.
Misalnya, untuk merancang strategi pembelajaran di SD mestilah berbeda dengan
strategi pembelajaran yang dikembangkan di SMP atau SMA. Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran, hal. 346.
[10] Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang dapat mencapai tujuan secara optimal sesuai dengan program perencanaan
yang telah disusun. Wina Sanjaya, Kurikulum
Dan Pembelajaran, hal. 349.
[11]
Tes kelompok adalah tes yang dilakukan terhadap sejumlah siswa secara
bersama-sama; sedangkan tes individual adalah tes yang dilakukan kepada siswa
secara perorangan. Wina Sanjaya, Kurikulum
Dan Pembelajaran, hal.357.
[12]Observasi adalah teknik penilaian
dengan cara mengamati tingkah laku pada suatu situasi tertentu. Ada dua jenis
observasi, yaitu observasi partisipatif dan nonpartisipatif. Observasi
partisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan menempatkan observer sebagai bagian dari kegiatan di
mana observasi itu dilakukan. Sedangkan observasi nonpartisipatif adalah observasi yang dilakukan dengan cara observer murni sebagai pengamat. Wina
Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran,
hal.358.
[13]
Rusman, Seri Manajemen Sekolah Bermutu, (Jakarta: Raja wali Pers, 2009), hal.
119.
0 komentar:
Posting Komentar