BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional.
Pendidikan
nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan
pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu
pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya
melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga agar memiliki daya
saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan
dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen
pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasisi sekolah dan
pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.
Pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana
yang tercantum dalam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional. Implementasi Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional tentang dijabarkan kedalam sejumlah peraturan antara lain: peraturan
pemerintah No 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan
pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan 8
standar nasional pendidikan yang meliputi: standar isi, standar proses, standar
kompetensi kelulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian,
kompetensi mata pelajaran dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh
peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalahnya yaitu:
1.
Apa
pengertian dan hakikat standar isi?
2.
Apa
hubungan SKL, KI, KD, Indikator, dan tujuan pembelajaran?
3.
Bagaimana
cara merumuskan kisi-kisi instrumen evaluasi dan penyusunan alat evaluasi
pembelajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Hakikat Standar Isi
Standar Isi mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.Standar isi tersebut memuat
kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan
pendidikan, dan kalender pendidikan.
Dimana
tujuan standar isi ialah meningkatkan mutu pendidikan yang diarahkan untuk
pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi,
seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan
peserta didik.
B. Hubungan SKL, KI, KD, Indikator, dan Tujuan
Pembelajaran
1. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan merupakan kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sesuai
dengan standar nasional yang telah disepakati, sebagaimana yang ditetapkan
dengan Peraturan menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006. Fungsi Standar
Kompetensi Lulusan (SKL):
a) Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
menentukan kelulusan peserta didik,dari satuan pendidikan.
b) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk
meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
c) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan
untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
d) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Ruang Lingkup Standar
Kompetensi Lulusan (SKL):
·
Standar kompetensi
lulusan (SKL) satuan pendidikan
·
Standar kompetensi
lulusan (SKL) kelompok mata pelajaran
·
Standar kompetensi
lulusan (SKL) mata pelajaran
2.
KI (Kompetensi Inti)
Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang
telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang
pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke
dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah,
kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang
seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.[1]
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi
(organising element) kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi
Inti merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal
Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan
antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang pendidikan ke
kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu
akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari siswa. Organisasi
horizontal adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu mata
pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam
satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling
memperkuat.
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang
saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1),
sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan
pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi
Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara
integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial
dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta
didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan
pengetahuan (kompetensi Inti kelompok 4).[2]
Kompetensi Inti
merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus
dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama
yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan
(afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus
menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft
skills.
Kompetensi Inti
berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element) kompetensi dasar.
Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti merupakan pengikat untuk
organisasi vertikal dan organisasi horizontal Kompetensi Dasar. Organisasi
vertikal Kompetensi Dasar adalah keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar
satu kelas atau jenjang pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga
memenuhi prinsip belajar yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara
konten yang dipelajari siswa. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara
konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi Dasar dari
mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan dan kelas yang sama
sehingga terjadi proses saling memperkuat.
Kompetensi Inti
dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap
keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan
(kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok
itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap
peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan
sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan
(kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti kelompok4).
3.
KD (Kompetensi dasar)
Kompetensi dasar adalah sejumlah
kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu
sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi
dalam suatu pelajaran. Kompetensi Dasar (KD),
merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit
dibanding dengan SK peserta didik. Kurikulum 2013: Istilah SK-KD ini akan digantikan menjadi Kompetensi Inti dan Kompetensi
Dasar.
Kompetensi Dasar
merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan
dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi
inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari
suatu mata pelajaran.[3]
4. Indikator
Indikator pada hakekatnya adalah
ukuran,karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang
berkontribusi/menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Oleh karena itu
indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat
diukur, seperti: mengidentifikasi, membedakan, menghitung,menyimpulkan,
menceritakan kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.
Guru bisa mengembangkan setiap
kompetensi dasar menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar.Hal
ini sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut.
Indikator-indikator yang.Anda buat itulah pencapaian hasil belajar dari
setiapkompetensi dasar yang digunakan untuk melakukan penilaian.
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah
dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi. Indikator memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam
mengembangkan pencapaian kompetensi berdasarkan SK-KD. Indikator berfungsi
sebagai berikut:
a. Pedoman dalam mengembangkan materi pembelajaran.
Pengembangan materi
pembelajaran harus sesuai dengan indikator yang dikembangkan. Indikator yang
dirumuskan secara cermat dapat memberikan arah dalam pengembangan materi
pembelajaran yang efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, potensi
dan kebutuhan peserta didik, sekolah, serta lingkungan.
b. Pedoman dalam mendesain kegiatan pembelajaran.
Desain pembelajaran
perlu dirancang secara efektif agar kompetensi dapat dicapai secara maksimal.
Pengembangan desain pembelajaran hendaknya sesuai dengan indikator yang dikembangkan,
karena indikator dapat memberikan gambaran kegiatan pembelajaran yang efektif
untuk mencapai kompetensi. Indikator yang menuntut kompetensi dominan pada
aspek prosedural menunjukkan agar kegiatan pembelajaran dilakukan tidak dengan
strategi ekspositori melainkan lebih tepat dengan strategi discovery-inquiry.
c. Pedoman dalam mengembangkan bahan ajar.
Bahan ajar perlu
dikembangkan oleh guru guna menunjang pencapaian kompetensi peserta didik.
Pemilihan bahan ajar yang efektif harus sesuai tuntutan indikator sehingga
dapat meningkatkan pencapaian kompetensi secara maksimal.
d. Pedoman dalam merancang dan melaksanakan penilaian hasil belajar.
e. Indikator menjadi
pedoman dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar, Rancangan
penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan jenis penilaian, serta
pengembangan indikator penilaian. Pengembangan indikator penilaian harus
mengacu pada indikator pencapaian yang dikembangkan sesuai dengan tuntutan SK
dan KD.[4]
Merumuskan Indikator. Dalam merumuskan
indikator perlu diperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga indikator
2. Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata
kerja yang digunakan dalam SK dan KD. Indikator harus mencapai tingkat
kompetensi minimal KD dan dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai
dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
3. Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki kompetensi.
4. Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek, yaitu tingkat
kompetensi dan materi pembelajaran.
5. Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata pelajaran sehingga
menggunakan kata kerja operasional yang sesuai.
6. Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator penilaian
yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotorik.[5]
C. Kisi-kisi Instrumen Evaluasi dan Penyusunan alat
Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi pembelajaran
adalah evaluasi terhadap proses belajar mengajar. Evaluasi pembelajaran
diarahkan pada komponen-komponen sistem pembelajaran, yaitu : prilaku awal (
entry behavior ) siswa, komponen input instrumental yaitu profesionalisme guru.
Komponen kurikulum dan komponen media, komponen proses, yaitu prosedur
pelaksanaan pembelajaran. Komponen output meliputi hasil pembelajaran yang
ditandai ketercapainya tujuan pembelajaran.
Dari pengertian
evaluasi pembelajaran kita dapat mengetahui bahwa tujuan utama dari evaluasi
pembelajaran adalah sejumlah informasi atau data tentang jasa, nilai atau
manfaat kegiatan pembelajaran. Sejumlah informasi atau data yang diperoleh
melalui evaluasi pembelajaran inilah yang kemudian difungsikan dan ditujukan
untuk: pengembangan pembelajaran dan akreditasi.
Berdasarkan pengertian
evaluasi hasil belajar kita dapat mengetahui tujuan utamanya adalah untuk
mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu
kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai
dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol. Apabila tujuan utama
kegiatan evaluasi hasil belajar ini sudah terealisasi, maka hasilnya dapat
difungsikan dan ditujukan untuk berbagai keperluan.Ranah tujuan pendidikan
berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi
tiga, yakni : ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
1. Penyusunan Instrumen Evaluasi
Untuk melaksanakan
evaluasi hasil belajar, tentunya kita memerlukan instrumen/alat yang akan kita
gunakan untuk mengumpulkan informasi atau data yang kita butuhkan. Instrumen
evaluasi hasil belajar yang disebut juga alat penilaian yang akan digunakan,
tergantung dari metode/teknik evaluasi yang dipakai, apakah teknik tes atau
teknik bukan tes (non tes) ? apabila menggunakan teknik tes maka alat penilaiannya
berupa tes, sedangkan teknik non-tes alat penilaiannya berupa macam-macam alat
penilaian non-tes. Berikut ini akan diuraikan prosedur penyusunan alat
penilaian secara garis besar. Prosedur yang perlu ditempuh untuk menyusun alat
penilaian tes adalah sebagai berikut :
a) Menentukan bentuk tes yang akan disusun, yakni kegiatan yang dilaksanakan
evaluator untuk memilih dan menentukan bentuk tes yang akan disusun dan
digunakan sesuai dengan kebutuhan. Bentuk tes ada dua yakni tes obyektif dan
tes esai (tes subjektif) berdasarkan bentuk pertanyaan yang ada di dalam tes
tersebut.
b) Membuat kisi-kisi butir soal,[6] yakni
kegiatan yang dilaksanakan evaluator untuk membuat suatu tabel yang memuat
tentang perincian aspek isi dan aspek perilaku beserta imbangan/proporsi yang
dikehendakinya. Kisi-kisi butir soal atau tabel spesifikasi atau lay-out butir
soal terdiri dari ruang lingkup isi pelajaran; proporsi jumlah item dari
tiap-tiap sub isi pelajaran, aspek interlektual, dan bentuk soal.
c) Menulis butir soal, yakni kegiatan yang dilaksanakan evaluator setelah
membuat kisi-kisi soal. Berdasarkan kisi-kisi soal inilah evaluator menulis
soal dengan memperhatikan hal-hal berikut :
· Bahasa yangdigunakan sederhana dan mudah dipahami.
· Tidak mengandung penafsiran ganda atau membingungkan.
· Petunjuk pengerjaan butir soal perlu diberikan untuk setiap bentuk soal,
walaupun sudah diberikan petunjuk umum.
· Berdasarkan kaidah Bahasa Indonesia dalam penulisan soal tes hasil belajar.
d) Menata soal, yakni kegiatan terakhir dari penyusunan alat penilai tes yang
harus dilaksanakan oleh evaluator berupa pengelompokan butir-butir soal
berdasarkan bentuk soal dan sekaligus melengkapi petunjuk pengerjaannya.
Adapun prosedur yang dapat ditempuh untuk alat penilai non-tes adalah sebagai berikut :
Adapun prosedur yang dapat ditempuh untuk alat penilai non-tes adalah sebagai berikut :
· Menetapkan bentuk non-tes yang akan dilaksanakan, yakni kegiatan evaluator
untuk menentukan bentuk non-tes evaluasi hasil belajar yang akan
dilaksanakan.Bentuk non-tes evaluasi hasil belajar meliputi observasi daftar
cocok (check list), dan wawancara.
· Menetapkan aspek-aspek sasaran evaluasi hasil belajar yang akan dinilai.
· Menulis alat penilai non tes yang dibutuhkan sesuai dengan aspek-aspek
sasaran evaluasi hasil belajar, yakni lembar observasi, daftar cocok, dan
pedoman/lembar wawancara.
2.
Jenis instrumen pembelajaran
Dalam pendidikan terdapat
bermacam-macam instrumen atau alat evaluasi yang dapat dipergunakan untuk
menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap anak didik.
Instumen evaluasi itu dapat digolongkan menjadi dua yakni, tes dengan non-tes
yang lebih lanjut akan dipaparkan dibawah ini:
a. Tes Sebagai
Alat Penilaian Hasil Belajar
Tes[7] sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidkan dan pengajaran. Ada 2 jenis tes yakni tes uraian (subjektif) dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar salah, pilihan ganda dengan banyak variasi, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
1. Tes Uraian (tes subjektif)
Tes[7] sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidkan dan pengajaran. Ada 2 jenis tes yakni tes uraian (subjektif) dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian terstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari beberapa bentuk, yakni bentuk pilihan benar salah, pilihan ganda dengan banyak variasi, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.
1. Tes Uraian (tes subjektif)
Tes Uraian,
yang dalam uraian disebut juga essay, merupakan alat penilaian yang hasil
belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang
menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan
tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan
demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam mengekspresikan
gagasannya melalui bahasa tulisan. Bentuk
tes uraian dibedakan menjadi 3 yaitu uraian bebas, uraian terbatas dan uraian
berstruktur.
· Uraian bebas
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh isi pertanyaan uraian bebas sifatnya umum.
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung pada pandangan siswa itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh isi pertanyaan uraian bebas sifatnya umum.
· Uraian
terbatas
Bentuk kedua dari tes uraian adalah tes uraian terbatas. Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu.
Bentuk kedua dari tes uraian adalah tes uraian terbatas. Dalam bentuk ini pertanyaan telah diarahkan kepada hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu.
2.
Tes objektif[8]
Soal-soal bentuk objektif dikenal ada beberapa bentuk yakni:
a. Bentuk jawaban singkat
Soal-soal bentuk objektif dikenal ada beberapa bentuk yakni:
a. Bentuk jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam
bentuk kata, bilangan, kalimat atau simbol. Ada dua bentuk jawaban singkat
yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak langsung.
b. Bentuk soal benar salah
b. Bentuk soal benar salah
Bentuk soal benar-salah addalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa
pertanyaan dimana sebagian dari pertanyaan yang benar dan pertanyaan yang
salah. Pada umumnya bentuk ini dipakai untuk mengukur pengetahuan siswa tentang
fakta, definisi, dan prinsip.
c. Bentuk soal menjodohkan
c. Bentuk soal menjodohkan
Bentuk soal menjodohkan terdiri dari dua kelompok pertanyaan yang paralel
yang berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang
berupa soal-soal dan sebelah kanan adalah jawaban yang disediakan. Tapi
sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan lebih banyak dari soal karena hal ini
akan mengurangi kemungkinan siswa menjawab yang betul dengan hanya menebak.
d. Bentuk soal pilihan ganda
d. Bentuk soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar
atau paling tepat.
3.
Non-Tes[9]
Sebagai alat penilaian hasil dan proses belajar mengajar.
Hasil belajar dan proses belajar
tidak hanya dinilai oleh tes, tetapi dapat juga dinilai olah alat-alat non-tes
atau bukan tes. Berikut ini dijelaskan alat-alat non – tes:
1. Wawancara dan Kuisioner[10]
1. Wawancara dan Kuisioner[10]
Wawancara[11]
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari siswa
dengan melakukan Tanya jawab sepihak. Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara
terstruktur dan wawanncara bebas. Dalam wawancara berstruktur kemungkinan
jawaban telah disiapkan sehingga siswa tinggal mengkategorikannya kepada
alternatif jawaban yang telah dibuat. Sedangkan untuk wawancara bebas, jawaban
tidak perlu disiapkan sehingga siswa bebas mengemukakan pendapatnya. Kuisioner
adalah suatu tekhnik pengumpulan informasi yang memungkinkan analisis
mempelajari sikap-sikap, keyakinan, perilaku dan karakteristik dari siswa.
2. Skala
2. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur
sikap , nilai, minat dan perhatian, dll, yang disusun dalam bentuk pernyataan
untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuatu
dengan kriteria yang ditentukan.
a. Skala Penilaian
a. Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan
atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu
pada suatu titik yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai
rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah, bisa dalam bentuk
huruf atau angka. Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah
kriteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif
jawaban. Adanya kriteria yang jelas akan mempermudah pemberian penilaian. Skala
penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses
mengajar pada guru, siswa, atau hasil belajar dalam bentuk perilaku seperti
keterampilan, hubungan sosial siswa, dan cara memecahkan masalah. Skala
penilaian dalam pelaksanaannya dapat digunakan oleh dua orang penilai atau
lebih dalam menilai subjek yang sama. Maksudnya agar diperoleh hasil penilaian
yang objektif mengenai perilaku subjek yang dinilai.
b. Skala sikap[12]
b. Skala sikap[12]
Skala sikap digunakan untuk mengukur
sikap seseorang terhadap objek tertentu. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya dapat
diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus yang datang kepada dirinya. Ada tiga komponen sikap yakni: Kognitif,
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus yang
dihadapinya. Afektif, berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut.
Psikomotor, berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Skala
sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah
pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh
karena itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori yakni
pernyataan positif dan pernyataan negatif.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013
Wahidmurni dkk, Evaluasi Pembelajaran Kompetensi dan Praktik,
Yokyakarta: Nuha Art, 2010
Suyanto, Guru Profesional, Jakarta:
Erlangga Group, 2013
Sukardi, Evaluasi Pendidikan,
Jakarta: Bumi Aksara, 2010
Sudarsono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012
Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, Malang: UIN-Malang Press, 2010
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengembangan-indikator-dalam-ktsp/.03/03/2014.13.00.
[1]
Mulyasa, 2013, Penembangan dan
Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, h. 174
[4]http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/pengembangan-indikator-dalam-ktsp/.03/03/2014.13.00.
[6] Penulisan
butir soal tes tulis merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam
penyiapan bahan ulangan/ujian. Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan
rumusan indikator soal yang sudah disusun dalam kisi-kisi dan berdasarkan
kaidah penulisan soal bentuk obyektif dan kaidah penulisan soal uraian. Wahidmurni dkk, Evaluasi Pembelajaran
Kompetensi dan Praktik, (Yokyakarta: Nuha Art, 2010), h. 54.
[7] Tes merupakan
sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban yang benar atau salah. Tes diartikan
juga sebagai sejumlah pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau sejumlah
pernyataan yang harus diberikan tanggapan untuk mengukur tingkat kemampuan
seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dites. Suyanto, Guru
Profesional, (Jakarta: Erlangga Group, 2013), h. 204-205.
[8] Tes ini
dikatakan objektif karena para siswa tidak dituntut merangkai jawaban atas
dasar informasi yang dimilikinya seperti pada tes esai. Pada tes jenis ini,
jawaban pada umumnya sudah disediakan atau sudah diarahkan dan lebih bersifat
pasti. Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.
107.
[9] Instrumen
non-tes adalah instrumen selain tes prestasi belajar. Alat penilaian yang dapat
digunakan antara lain adalah: lembar pengamatan/observasi dan instrumen tes
sikap, minat dan sebagainya. Pada prinsipnya, prosedur penulisan butir soal
untuk instrumen non-tes adalah sama dengan prosedur penulisan tes pada tes prestasi belajar, yaitu menyusun
kisi-kisi tes, menuliskan butir soal berdasarkan kisinya, telaah, validasi uji
coba butir, perbaikan butir berdasarkan hasil uji coba. Dalam kisi-kisi non-tes
biasanya formatnya berisi dimensi indikator, jumlah butir soal per indikator,
dan nomor butir soal. Sudarsono, Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), h. 122.
[10] Angket atau
kuesioner adalah seperangkat pertanyaan yang harus dijawab oleh responden, yang
digunakan untuk mengubah berbagai keterangan yang langsung diberikan oleh
responden. Mulyadi, Evaluasi Pendidikan, (Malang: UIN-Malang Press,
2010), h. 66.
[11] Wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi
Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h. 82.
[12] Untuk dapat
memahami pengukuran sikap, pertama-tama harus dikuasai pengertian sikap. Sikap
adalah tendensi mental yang diwujudkan dalam bentuk pengetahuan atau pemahaman,
perasaan dan tindakan atau tingkah laku kearah positif maupun negatif terhadap
suatu objek. Untuk menilai sikap seseorang terhadap objek tertentu dapat
dilakukan dengan melihat respons yang teramatidalam menghadapi objek yang
bersangkutan. Eko Putro Widoyoko, Evaluasi
Program Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 114.