BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
di ciptakan oleh Allah SWT adalah mahluk yang sebaik-baik ciptaannya, hal itu
di karenakan, manusia memiliki beberapa kelebihan. Di samping ia bisa
berkomunikasi dengan sesamanya dan yang terpenting adalah manusia di beri oleh
Allah kelebihan yang sempurna yaitu berupa akal. Dengan akal inilah manusia
bisa berpikir dan bisa melakukan sebuah revolusi atau perubahan dalam hidup dan
kehidupannya.
Manusia,
dengan akal bisa berpikir dan bisa melakukan semua pekerjaan dan perbuatan, dan
kemudian dengan akal ini juga bisa memilah dan memilih perbuatan yang baik (amalun
Sholih) atau perbuatan jahat (amalun sayyi’ah). Proses ini berjalan
dengan keteraturan dan tanpa ikut campur tangan mahluk yang ada di alam ini.
artinya bahwa akal tersebut bisa dijadikan kebaikan dan juga bisa membuat
kerusakan bagi manuisa itu sendiri, tergantung kepada yang memiliki akal untuk
membawa kemana peran akal itu di gunakan.
Di
samping itu, untuk memenuhi tuntutan akal tersebut agar kehidupan manusia bisa
berubah lebih baik dan maksimal di dunia ini, maka manusia membutuhkan
pendidikan, karena dengan pendidikan manusia bisa mendewasakan dirinya atau
dengan kata lain pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia.
Melalui pendidikan manusia dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
sempurna.
Pendidikan
bisa merubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Dari tidak baik menjadi
baik. Pendidikan mengubah semuanya. Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam
sehingga merupakan suatu kewajiban perorangan. Rasulullah SAW. bersabda :
“Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap orang Islam” (HR. Ibnu Barri).
Oleh
karenanya, maka dengan akal manusia bisa belajar dan belajar membutuhkan
pendidikan dan pada akhirnya manusia memiliki ilmu pengetahuan. Dengan ilmu
pengetahuan inilah manusia menjadi mahluk Allah yang sempurna, namun
kesempurnaan tersebut belumlah paripurna kalau tidak dibarengi dengan campur
tangan agama. Agamalah yang menjadi rem untuk membatasi kebebasan suatu ilmu
pengetahuan. Sebagai rem maka peran agama sangat urgen bagi manusia dengan ilmu
pengetahuannya agar menjadi manusia yang paripurna selamat di dunia dan
akherat.
Kualitas
tertinggi manusia yang berpengetahuan ditentukan oleh kadar takwanya. Takwa
pada tingkatan tertinggi menunjukkan kepribadian manusia yang benar-benar utuh
dan integral; semacam stabilitas yang terjadi setelah semua unsur yang positif
diserap masuk ke dalam diri manusia. Di dalam takwa terdapat radar hati nurani
yang melaluinya, manusia bisa membedakan mana yang benar dan salah, yang lurus
dan sesat, dan akan melindungi (menjaga) dirinya dari perbuatan yang buruk dan
jahat. Atas pengetahuan akan adanya sisi baik dan buruk, benar dan salah, serta
lurus dan sesat itu manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan yang
dipilihnya. Dari sisi ini, manusia adalah makhluk yang merdeka. Namun demikian,
di sisi yang lain manusia juga harus mempertanggungjawabkan setiap pilihan yang
diambilnya kepada Allah di dunia dan akhirat nanti. Sebab kebebasan itu
diberikan sebagai konsekuensi dari rahmat dan kepengasihan Allah kepada
manusia. Dan Allah akan menilainya dengan alat ukur; takwa, baik untuk menilai
manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Salah
satu sumber hukum Islam yang penting dalam pembentukan hukum sesudah al-Qur’an
adalah al-Hadits. Disamping itu, hadits juga mempunyai fungsi lain yaitu
sebagai penjelas terhadap apa yang terkandung dalam al-Qur’an yang global.
Merinci atau memberikan contoh pelaksanaannya. Dan sudah kita maklumi bersama,
bahwa ketika Rasulullah wafat, beliau tidak meninggalkan apa-apa untuk umatnya
kecuali al-Qur’an dan al-Hadits. Dengan dua sumber pengangan hidup tersebut,
manusia akan selamat di dunia dan di akherat selama dijadikan lentera sepanjang
hidupnya. Untuk dapat memahami keduanya dibutuhkan alat yaitu berupa ilmu
pengetahuan sehingga dalam menelaah dan mengkaji keduanya tidak salah baca dan
interpretasi. Oleh karenanya dalam makalah ini, saya mencoba mengangkat sebuah
hadits Nabi yang berkaitan dengan ilmu dan pendidikan.
B.
Tujuan
1. Untuk menambah pengetahuan bagi
mahasiswa yang belum pernah membahas judul ini.
2. Untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen pembimbing.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penelusuran Hadits
Adapun hadits yang akan di
takhrijkan dalam penulisan ini, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muawwiyah
r.a., yaitu :
من يرد
الله به خيرا يفقهه في الدين (متفق عليه)
: asahaB nauajniT
من: Barangsiapa
يرد الله: dikehendaki oleh Allah
به : aynhelO
خيرا : kebaikan
يفقهه : memberinya pemahaman
في :
(dalam)tentang/ di
الدين : agama
Artinya :
Dari
Muawiyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Barangsiapa yang dikehendaki
oleh Allah kebaikan, maka Dia akan memberinya pemahaman tentang agama”.
(Muttafaq Alaihi).
Hadits
diatas dapat dilihat dalam buku terjemahan hadits Bulughul Maram karangan Ibnu
Hajar Atsqalani, bab mendorong untuk berakhlak mulia halaman 497, hadits nomor
1551. Hadits tersebut diatas adalah hadits shohih yang menempati hirarchi
tingkatan pertama dalam syarat-syarat hadits shohih. Hadits ini dari Muawiyah
(w. 60/680) “ia adalah satu di antara putra Abu Sufyan, seorang tokoh yang
mengepalai perlawanan bangsa Makkah terhadap Nabi Muhammad. Muawiyah menjadi
khlaifah Islam keenam dan merupakan pendiri Dinasti setelah memaksa Hasan ibn
Ali melepaskan jabatan khalifah”.
Melihat dari matan hadits tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa hadits ini termasuk golongan hadits Makiyah. Hal ini sesuai dengan ayat
al-Qur’an surat al-Ankabut Ayat 43 yang artinya Dan perumpamaan-perumpamaan
ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang
yang berilmu. yang termasuk golongan surat-surat makiyah.
B.
Perawi (Mukhrij)
Hadits dan Biografinya
Mukhrij hadits diatas adalah yang diriwayatkan
oleh Muttafq Alaihi, hadits Muttafaq Alaihi adalah hadits yang disepakati
keshohihannya oleh Bukhari dan Muslim, yang menempati urutan pertama dalam
hirarchi hadits shohih. Berikut adalah biografi kedua perawi tersebut :
- Imam Bukhori (13 Syawal 194 H –
30 Ramadhan 256 H)
Nama
lengkapnya ialah Abu’ Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Mughirah ibn
al-Ja’fi ibn Bardizbah al-Bukhari. Dia di kenal dengan Bukhari, hal ini di
sandarkan pada tempat kelahirannya, yakni bukhara. Ayahnya bernama Ismail
terkenal sebagai seorang ulama shaleh. Nenek moyang Bukhori adalah orang Parsi
dan yang pertama masuk Islam ialah Jaddabiyah al-Mughirah melalui al-Yaman bin
Ahnas al-Ja’fy, seorang Gubernur Bukhara, yang menjadi wali bagi Bukhari dan
keturunannya.
Ketika
usianya menginjak sepuluh tahun, dia selalu datang dan mempelajari ilmu hadits
kepada al-dakhili, seorang ahli yang mahir dalam bidang tersebut. Setahun
kemudian dia mulai menghafal hadits-hadits Nabi saw dan sudah berani mengoreksi
kesalahan dari guru yang keliru yang keliru menyebutkan periwayatan hadits.
Beliau telah menghafal hadits-hadits yang terdapat dalam kitab karangan
al-Mubarak dan karangan Waqi’ al-Jarrah, serta melawat ke berbagai kota untuk
mendatangi ulama-ulama hadits.
Diantara
kota yang pernah beliau kunjungi dalam rangka mencari ilmu hadits adalah :
Maru, Naisaburi, Ray, Baghdad, Basrah, Kufah, Madinah, Mekkah, Mesir, Damaskus,
dan Asqalani. Guru-gurunya dalam bidang hadits lebih dari 1000 orang. Beliau
sendiri pernah menyebutkan bahwa kitab al-Jami’ al-Saghir atau yang terkenal
dengan nama Shahih al-Bukhari, disusun dari hasil menemui 1.080 orang guru
dalam bidang ilmu hadits.
Beliau
terkenal dengan kuat hafalannya, ketika masih kecil, sudah mampu menghafal
70.000 hadits lengkap dengan sanadnya. Mengetahui hari lahir, wafat dan tempat
para perawi dan yang dihafalnya tersebut ia catat juga. Imam al-Bukhari
dilahirkan pada malam hari raya Ramadhan, tepatnya 13 Syawal tahun 194
Hijriyah, dan wafat pada hari sabtu di malam lebaran idul fitri 1 Syawal 256
Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 870 Masehi.
- Imam Muslim (202 H – 261 H)
Nama
lengkapnya adalah Abu Husain Muslim ibn al-Hajjaj ibn Muslim al-Qusyairi
al-Naisaburi. Beliau di nisbatkan kepada al-Naisaburi Karen lahir dan wafat di
Naisabur. Imam al-Bukhari dan Muslim dalam rawi hadits disebutkan dengan
Syaikhani (dua syaikh). Semenjak kecil, ketika umurnya menginjak
14 tahun, ia mulai mengkhususkan diri mencari dan mendengarkan hadits-hadits
dari guru-gurunya di Naisabur. Karena ketertariakannya dengan hadits, maka ia
mengadakan rihlah ke beberapa tempat diantaranya Hijaz, Irak, Suriah dan Mesir.
Dalam perjalanannya ia bertemu dengan guru-guru dan ulama-ulama hadits
terkemuka dan pebgahafal-pengahafal hadits, dan ia pernah belajar dengan Imam
Bukhari ketika beliau berkunjung di Naisabur. Dianatar guru-gurunya yang lain
dan beliau pernah meriwayatkan hadits mereka adalah Yahya ibn Yahya
al-Naisaburi, Ahmad ibn Hanbal, Ishaq ibn Rawaih, ‘Abdullah ibn Maslamah,
al-Qa’nabi, al-Bukhari dan lain sebagainya. Para ulama sepakat menyatakan
bahwa, kitab Muslim adalah kitab kedua setelah kitab al-Bukhari, dan tidak
seorang pun yang dapat menyamai al-Bukhari dalam bidang mengkritik hadits
sanad-sanad hadits dan perawi-perawinya selain dari Muslim. Imam Muslim lahir
di Naisabur pada tahun 206 Hijiriyah dan wafat di Naisabur pul pada tahun 261
Hijriyah.
C.
Pemaknaan
Hadits
- Tinjauan Hadits
Sebagaimana
yang termaktub dalam hadits yang di sebutkan dalam pembahasan ini adalah, bahwa
hadits ini menjelaskan bahwa “kefahaman tentang agama merupakan asas bagi
segala kebaikan seorang muslim, baik menyangkut akhlak, perilaku atau amal
perbuatan. Oleh karena itu, kita harus memberikan prioritas dan perhatian yang
sangat besar terhadap upaya membentuk aspek kefahaman yang baik bagi setiap
muslim tentang agamanya. Menyadari pentingnya masalah ini, Imam Syahid al-Banna
menjadikannya sebagai syarat bai’at yang pertama dan utama“.
- Hubungan Hadits dengan Ilmu dan
Pendidikan
Melihat
dari matan hadits tersebut yang menceritakan tentang kebaikan yang diberikan
Allah kepada hamba-Nya dengan jalan menuntut dan mendalami ilmu-ilmu agama
sehingga manusia diberi Allah pemahaman tentang agamanya. Menuntut ilmu adalah
suatu kewajiban bagi muslim, dalam artian bahwa ilmu-ilmu yang bermanfaat dan
membawa kemaslahatan dan manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain. Dengan
ilmu derajat manusia bisa terangkat dan mulia seperti yang di ungkapkan dalam
al-Qur’an surat al-Mujadalah ayat 11 yang artinya niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Senada
dengan apa yang diungkapkan oleh Ibnu Taimiyah yaitu, “Tidak mungkin suatu
perbuatan menjadi amal saleh jika orang yang melakukannya tidak berilmu dan
paham atas apa yang ia lakukan”. Pengertian ilmu yang dikemukakan oleh Ibu
Taimiyah mencakup ilmu tentang kebaikan dan kemunkaran itu sendiri, yakni bisa
membedakan antara keduanya dan berilmu tentang hal-hal yang diperintah dan yang
dilarang oleh agama (Al-Quran dan hadits). Sedangkan Umar bin Abdul Aziz
mengatakan, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka apa yang
dirusaknya lebih banyak dari apa yang diperbaikinya”. lebih lanjut hadits
Mu’adz Bin Jabal Rasulullah Saw bersabda, ‘Ilmu adalah imam amalan, dan amalan
mengikutinya.’ Sesungguhnya niat dan amalan jika tidak berlandaskan ilmu maka
itu adalah kebodohan, kesesatan dan mengikuti hawa nafsu…dan inilah perbedaan
antara orang-orang jahiliyah dan orang-orang Islam,”
Kata
“Kebaikan” dalam hadits ini adalah manivestasi dari ilmu, karena ilmu
mendatangkan kebaikan bagi orang yang menuntutnya. Untuk memperoleh ilmu
tentunya dengan proses pendidikan yang harus ditempuh oleh para penuntut ilmu.
Dalam khazanah keilmuan dikenal dua istilah yang cukup populer yaitu pendidikan
dan pengajaran. “pada umumnya pendidikan lebih menekankan pada aspek
dalam diri manusia, sedangkan pengajaran lebih banyak bersentuhan dengan aspek
luar”. Lebih lanjut Zakiyah Deradjat menyebutkan ada tiga landasan utama dalam
pendidikan Islam. Pertama : Al-Qur’an, kedua : As-Sunnah, ketiga : Ijtihad.
Dalam
kenyataannya, banyak orang yang berilmu, maka perilakunya akan baik, ahlaknya
baik dan lebih tenang, dalam arti lain dalam menghadapi hidup ini tidak menjadi
beban baginya, karena mereka tahu bahwa dengan ilmu hidup lebih mudah dan
meyakinkan. Dalam kaitan inilah hadits tersebut menyatakan bahwa orang yang
memiliki ilmu akan di beri Allah kebaikan, kebaikan dalam agamanya, hidupnya
dan urusan dunianya.
D.
Penjelasan
Singkat
Muhammad Fadil al-Jamaly (Guru Besar Pendidikan di
Universitas Tunisia) mengatakan bahwa pendidikan adalah proses yang mengarahkan
manusia kepada kehidupan yang baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya,
sesuai dengan kemampuan dasar atau fitrah dan kemampuan ajarannya (pengaruh
dari luar). Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 78:
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya:
Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.
Ayat
ini mengindikasikan kepada kita bahwa ketika kita dilahirkan tidak mengetahui
sesuatu apapun. Maka Allah ciptakan pada diri manusia pendengaran, penglihatan
dan hati, ini semua untuk membantu manusia dalam proses pendidikan. Tanpa
melalui pendidikan manusia tidak mengetahui apa-apa. Dengan pendidikanlah
manusia bisa mengetahui tentang segala
sesuatu terutama tentang kebesaran Allah SWT.
Firman Allah
dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
Artinya:
Bacalah dengan
(menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.
Ayat ini
menjelaskan kepada kita untuk selalu membaca dan belajar. Proses belajar dan
membaca hanya banyak dilakukan ketika manusia melakukan proses pendidikan.
Sehingga dengan banyak membaca, manusia lebih dekat dengan Allah SWT dan banyak
mengetahui tentang ciptaan-Nya terutama tentang proses penciptaan alam semesta
ini. Pendidikan merupakan salah satu media yang paling utama untuk mengenal dan
mendekatkan diri kepada Allah SWT karena inti pendidikan itu adalah mendekatkan
diri kepada-Nya.
Pendidikan
berusaha mengembangkan potensi individu agar mampu berdiri sendiri, untuk itu
individu perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengambangan berbagai hal,
seperti konsep, prinsip, kreaktivitas, tanggungjawab, dan keterampilan. Tujuan
pendidikan dalam pandangan islam harus mampu menciptakan manusia yang berilmu
pengetahuan yang tinggi, dimana iman dan taqwa menjadi pengendali dalam
pengamalan ilmunya di masyarakat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang
artinya:
“Barang siapa yang menginginkan kebehagiaan hidup di
dunia maka hendaklah ia berilmu, dan barang siapa yang menginginkan kebahagiaan
hidup di akhirat maka hendaklah ia berilmu, dan barang siapa yang menghendaki
kedua-duanya maka hendaklah ia berilmu.”
Hadis diatas
menjelaskan tentang pentingnya pendidiakan bagi umat manusia. Ilmu pengetahuan
merupakan bekal kita untuk hidup di dunia dan di akhirat. Tujuan dari proses
pendidikan adalah untuk kesempurnaan dan kemuliaan manusia itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai penutup dari makalah ini, dapat saya ringkas
pengertian dari hadits diatas sebelumnya adalah bahwa :
1.
Dengan ilmu sesungguhnya Allah swt
memberikan kebaikan berupa ; kebaikan ahklak, kebaikan perilaku / amal
perbuatan, kebaikan hidup, ekonomi, pekerjaan, keturunan dll
2.
Hadits tersebut diatas adalah hadits
shohih yang menempati hirarchi pertama hadits shohih karena hadits tersebut
diriwayatkan oleh Muttafaqun Alaihi (Bukhori & Muslim)
3.
Ilmu yang berlandaskan agama akan
memberi kebaikan bagi tuannya, baik di dunia maupun di akherat dan Allah akan
memberi kebaikan padanya berupa pemahaman tentang agama..
4.
Barangsiapa yang
beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka apa yang dirusaknya lebih banyak dari
apa yang diperbaikinya
5.
Ilmu adalah imam
amalan, dan amalan mengikutinya.’ Sesungguhnya niat dan amalan jika tidak
berlandaskan ilmu maka itu adalah kebodohan
DAFTAR
PUSTAKA
Suyudi, M.
1999. Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Yogyakarta : Penerbit
Mikraj
Dra.
Zuhairini. Filsafat pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara