FIQIH MUAMALAH: SAHAM


SAHAM
Disusun Oleh: Fitri Yafrianti
#sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? Ç
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”
[QS. Al-Jumu’ah: 10]

A.    Pendahuluan
Manusia adalah makhluk social yang tidak akan mungkin hidup sendiri, dia memerlukan orang lain dalam kehidupannya. Dalam memperoleh kebutuhan-kebutuhan manusia dapat menukar apa yang ia miliki dengan barang yang diingininya dari orang lain. Pada akhirnya manusia mengenal uang untuk dijadikan alat penukar, lalu uang diberi harga dan nilai. Dalam bursa valuta asing, telah membantu memudahkan penawaran dan permintaan bagi pertukaran mata uang asing yang berskala massa. Proses dalam transaksi bursa valuta asing merupakan salah satu kegiatan muamalat, sebagaimana jual beli. Dalam topik ini ada dua masalah yang akan dibahas yaitu: Pengertian Pasar Uang dan Bursa Valuta Asing/Saham. Serta Pandangan Islam mengenai Pasar Uang dan Bursa Valuta Asing/Saham.
Pasar Uang Dan Bursa Valuta[1] Asing/Saham
Pasar artinya orang berjual beli. Uang adalah alat pembayaran yang sah, dibuat dari emas, perak dan sebagainya yang dipakai sebagai ukuran nilai (harga) sesuatu. Pasar uang berarti, tempat orang berjual beli uang. Umpamanya uang rupiah dengan dolar Amerika, Singapura dan Malaysia dan mata uang lainnya. Bursa berarti tempat memperjualbelikan saham (obligasi[2] dan surat berharga lainnya). Saham berarti bagian, andil (surat sero). Pemegang saham adalah pemegang surat sero (tanda ikut serta dalam perseroan dagang).[3]
Pandangan Islam Mengenai Pasar Uang Dan Bursa Valuta Asing
Menurut hemat penulis, mengenai pasar uang dan bursa valuta asing, dapat dibenarkan oleh Islam, karena sama halnya seperti jual beli barang lain. Harganya juga sewaktu-waktu naik dan sewaktu-waktu turun. Pemegang saham, uang, obligasi dan surat berharga lainnya, sama seperti orang menyimpan emas (bukan untuk perhiasan) yang harganya adakalanya naik dan adakalanya turun.  
Berbeda tentu kalau ada orang yang memonopoli (memborong) saham, valuta asing untuk tujuan tertentu, sehingga pada suatu ketika orang yang bersangkutan memainkan harganya dibursa efek[4]  atau jual beli valuta asing. Pernah di masa lalu, orang dengan cara diam-diam menukarkan uang rupiah dengan dolar dalam jumlah yang amat besar, sehingga sukar orang mendapatkan dolar lagi. Hal ini sama halnya dengan ikhtikar , yaitu penimbunan barang. Sesudah barang kurang di pasaran, baru dikeluarkan sehingga harganya tinggi dengan keuntungan yang berlipat ganda. Nabi Muhammad memperingatkan dalam sabdanya dengan peringatan yang sangat keras.


“Orang yang menyediakan (mendatangkan) barang diberi rezeki dan orang yang menimbun barang mendapat laknat (HR Ibnu Majah dengan Al-Hakim).
Sabda Rasulullah:


“Hanya orang yang salah (keliru, berbuat dosa) lah yang menimbun barang. (HR. Muslim).
Masalah pasar uang dan bursa valuta asing/saham yang tidak sehat dan karena ada tujuan tertentu sehingga merusak pasaran, menurut hemat penulis dapat dianalogikan kepada penimbun barang yang telah disebutkan di atas.  
Sudah menjadi kebenaran yang mutlak bahwa Islam adalah agama persatuan. Hal ini terlihat dari unsur-unsur yang ingin dicapai dari inti ajaran Islam sendiri. Disamping aspek teologis yang merupakan tujuan utama dengan jenjang waktu yang tak terhingga, Islam juga peduli dengan aspek nonteologis, misalnya nilai-nilai humanisme seperti politik, ekonomi, dan social.
Islam memiliki doktrin-doktrin yang jelas dan tegas serta tidak ada keraguan terhadapnya oleh pengikutnya. Akan tetapi ketika doktrin itu diproyeksikan pada persoalan-persoalan yang ada, maka akan timbul berbagai pendapat, sehingga akhirnya menimbulkan keraguan. Pada satu sisi menganggap persoalan itu bersentuhan atau sesuai dengan doktrin tersebut, sedangkan di sisi lain menganggap persoalan yang timbul itu tidak bersentuhan atau tidak memiliki konteks yang sama dengan doktrin tersebut.
Bertitik tolak dari sini, Islam mengenal doktrin tentang judi. Islam mengharamkan praktek judi ini, tetapi Islam tidak mengenal saham pada zaman modern dalam arti praktis, sehingga menyebabkan beda pendapat apakah saham dengan system tanpa bunga, judi atau bukan. Beda pandangan dalam menilai persoalan ini akan berakibat timbul kesimpulan-kesimpulan hokum yang berbeda, dalam hal boleh atau tidaknya, halal atau haram atau juga makruh.[5]
Hukum Islam pada masa lalu telah mengakui ”system mudhrabah” (system perkongsian), sebagaimana telah dilakukan oleh dua orang putera khalifah Umar bin Khattab, Abdullah dan Ubaidillah. Keduanya diserahi uang oleh gubernur Basrah Abu Musa Al-Asy’ari untuk disampaikan kepada khalifah. Namun gubernur pun menganjurkan kepada keduanya agar uang itu dijadikan modal perdagangan selama perjalanan dari Irak ke Madinah. Harapan gubernur adalah menyenangkan hati keduanya dengan keuntungan yang akan diperoleh. Akan tetapi di hadapan ayahandanya, keuntungan yang diperoleh dimintanya. Lalu Ubaidillah mempertahankannya dengan alasan jika titipan itu musnah maka keduanya bertanggung jawab memikul resiko. Sengketa keuntungan itu disaksikan seorang sahabat dan ia mengusulkan agar laba itu dianggap sebagai laba qirad (dalam arti mudharabah/ investasi). Selanjutnya para pihak yang bersengketa sepakat untuk membagi dua laba antara pemilik uang dan pengusaha.
Hukum Islam dewasa ini dihadapkan dengan system saham dan obligasi yang beredar di bursaefek Indonesia bahkan dunia. Efek tersebut diedarkan dengan cara jual beli yang apabila dilihat dari segi pendapatan laba mempunyai dua aspek yakni dividen/ untung perseroan (untuk saham dan bunga untuk obligasi) disamping aspek keuntungan jual beli yang disebut gain/ mendapat untung (khusus saham).    

B.      Pengertian Dan Ruang Lingkup Saham
Sebelum melangkah kepada pembahasan lebih lanjut, ada baiknya diungkapkan di sini mengenai pengertian saham dan ruang lingkup saham. Menurut bahasa Indonesia, saham[6] artinya “serta atau sero”. Secara definitif, saham ialah surat bukti bagi persero dalam perseroan terbatas (PT). menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH. Saham ialah suatu tanda ikut serta dalam modal perseroan. Sedangkan menurut keputusan Presiden RI No. 60/1988 tentang Pasar Modal, pasal 1 ayat 3: “Saham adalah surat berharga yang merupakan tanda penyertaan modal pada perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatblad Tahun 1847 No. 23)”. Saham meliputi berbagai macam;
a.       Macam saham dari segi hak atas  perseroan.
b.      Macam saham dari segi jasa atas perseroan.
c.       Macam saham dari segi dividen.
d.      Macam saham dari segi pemegangnya.    

Menurut Darmadji dan Fakhruddin ada beberapa sudut pandang untuk membedakan saham:
1.      Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim
a.       Saham biasa (common stock)
·         Mewakili klaim kepemilikan pada penghasilan dan aktiva yang dimiliki perusahaan.
·         Pemegang saham biasa memiliki kewajiban yang terbatas. Artinya, jika perusahaan bangkrut, kerugian maksimum yang ditanggung oleh pemegang saham adalah sebesar investasi pada saham tersebut.
b.      Saham Preferen (Preferred Stock)
·         Saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil, seperti yang dikehendaki investor.

0 komentar:

Posting Komentar